Korupsi Sertifikat Tanah Pemrov Sumsel, Kajari Tahan Pegawai BPN Palembang dan Lurah Talang Kelapa.
Ilustrasi penangkapan. (Antaranews)

Bagikan:

SUMSEL - Kejaksaan Negeri (Kejari) menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan sertifikat di atas tanah aset Pemerintah Provinsi (Pemrov) Sumatera Selatan (Sumsel) seluas 11,648 hektare.

Ketiga tersangka tersebut, yakni pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang inisial Ms, Lurah Talang Kelapa inisial AM, dan dari pihak swasta inisial Tr.

"Penahanan para tersangka dilakukan selama 20 hari ke depan terhitung sejak Selasa (14 Maret) malam, sampai penyidik merampungkan berkas perkara untuk selanjutnya diadili di persidangan," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Palembang Fandie Hasibuan di Palembang, Rabu, 15 Maret, disitat Antara.

Fandie mengatakan ketiganya ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mendapatkan kelengkapan alat bukti yang diperkuat keterangan saksi dan ahli.

Para tersangka itu ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1A Pakjo Palembang.

Sebelumnya, Kejari melakukan pemeriksaan terhadap 33 orang sebagai saksi untuk mengusut kasus ini. Mereka yang diperiksa meliputi pegawai Kelurahan Talang Kelapa dan pegawai BPN Palembang.

Febdie menjelaskan kasus tersebut bermula saat tahun 1983 Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memiliki aset berupa tanah di Jalan H Sulaiman Amin, Kelurahan Talang Kelapa, Kecamatan Alang-alang Lebar, Palembang.

Kepemilikan tahan itu kemudian diperkuat setelah diterbitkan sertifikat Nomor: 01/Tahun 2004, dengan status Hak Pakai atas nama Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan seluas 11,648 hektare. Bahkan telah dicatatkan dalam kartu inventaris barang milik Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, dan digunakan untuk sebagai tempat penyimpanan alat berat Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Sumatera Selatan, kata dia.

Namun demikian, kata Fendie, Badan Pertanahan Nasional Kota Palembang pada tahun 2018 justru menerbitkan sertifikat hak milik atas nama perorangan di atas tanah milik Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, sebagai mana alat bukti yang mereka dapatkan dan akan disampaikan dalam persidangan nantinya.

Penerbitan sertifikat itu dilakukan melalui program sertifikat tanah gratis pada pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional Palembang tahun 2018.

“Untuk membuktikan pelanggaran itu maka dilakukan pengukuran ulang tahun 2020. Dari situ diperoleh fakta hukum bahwa sertifikat hak milik atas nama perorangan itu benar masuk dalam aset tanah milik Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan,” kata dia.

Dia menambahkan, berdasarkan hasil audit dari tim ahli pengawasan keuangan negara yang diterima tim penyidik, dari penerbitan sertifikat yang diduga dilakukan oleh ketiga tersangka itu telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp1,3 miliar.

Atas perbuatannya, kata dia, penyidik menjerat para tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 Juncto Pasal 18 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.