KPK Prihatin Korupsi Dana Desa di Kalteng Tinggi
Ketua Tim Observasi Desa Antikorupsi Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK Friesmount Wongso saat melakukan observasi di Desa Mekar Jaya Kecamatan Parenggean, Kotawaringin Timur, Jumat (3/3/2023). ANTARA/Norjani

Bagikan:

SAMPIT - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan prihatin dengan kasus korupsi yang terjadi di desa-desa di Kalimantan Tengah karena masuk kategori tinggi. KPK menyebut hal ini seeharusnya menjadi perhatian bersama untuk ditanggulangi secara serius.

"Jumlah 41 kasus korupsi desa di Kalimantan Tengah itu termasuk tinggi jika dibandingkan provinsi lain. Ini tentu perlu menjadi perhatian kita bersama, upaya pencegahan harus kita tingkatkan," kata Ketua Tim Observasi Desa Antikorupsi Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK Friesmount Wongso di Sampit dilansir ANTARA, Jumat, 3 Maret.

Hal itu disampaikan Friesmount Wongso saat memaparkan tentang observasi dua desa antikorupsi di Kotawaringin Timur, dan acara tersebut dihadiri Bupati Kotawaringin Timur Halikinnor dan sejumlah pejabat lainnya.

Wongso menyebutkan berdasarkan data Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri bahwa data korupsi di desa pada 2015-2022 berdasarkan wilayah, korupsi desa terbanyak di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat dengan jumlah masing-masing 76 kasus.

Sedangkan kasus korupsi di desa di Kalimantan Tengah tercatat sebanyak 41 kasus, dan jumlah tersebutmembuat Kalimantan Tengah menduduki peringkat delapan terbanyak kasus korupsi yang terjadi di desa.

Dia menjelaskan pelaku korupsi yang terjadi desa didominasi kepala desa, disusul sekretaris desa, bendahara desa dan lainnya, dengan modus, antara lain penggembungan harga, kegiatan fiktif, laporan fiktif, penggelapan dan penyalahgunaan anggaran.

Korupsi di desa semakin marak terjadi saat pemerintah mulai meningkatkan anggaran di setiap desa, baik melalui dana desa maupun alokasi dana desa. Anggaran desa yang sebelumnya hanya ratusan juta, kini rata-rata di atas Rp1 miliar, bahkan ada yang mencapai Rp5 miliar.

"Kekhawatiran kita, apakah aparaturnya tahu mengelola atau tidak? Khawatirnya kaget karena biasanya cuma ratusan juta, kini menjadi miliaran. Kasus hanya turun sedikit saat pandemi COVID-19 pada 2020-2022," ujar Wongso.

Menurut pria yang sebelumnya bertugas di bidang penyidikan KPK itu, tingginya kasus korupsi di desa itu, sehingga membuat KPK masuk ke desa, dengan tujuan untuk pencegahan dan penanganan tingginya korupsi tersebut.

"Ini sesuai program Nawacita pemerintah tahun 2014 yakni Membangun Dari Pinggiran Desa. Selain itu, banyaknya anggaran yang dikelola desa, meliputi dana desa, pendapatan desa, alokasi pusat/daerah, bantuan keuangan untuk masyarakat," ujarnya.

Menurut dia, KPK turun ke desa karena pelayanan publik di desa belum maksimal, baik dalam hal administrasi kependudukan maupun pengadaan barang dan jasa. Selain itu, juga terbatasnya sumber daya manusia dan anggaran lembaga pengawas yaitu Inspektorat kabupaten/kota, BPKP dan BPK untuk mengawasi 81.616 desa, dan 8.490 kelurahan serta 160 UPT/SPT di Indonesia.

Pertimbangan lainnya adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi APBDes, rendahnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa serta tingkat kemiskinan desa 12,29 persen (BPS RI, Maret 2022), target kemiskinan nasional tahun 2022 yaitu 8,5-9 persen.

"Kami ingatkan jangan pernah memperdagangkan jabatan. Ingat, sekarang ini semua dengan mudah terpantau. Kalau terlibat korupsi, jejak digitalnya juga akan terus ada hingga anak cucu," ujar Wongso.

KPK berharap upaya pencegahan bisa terus dioptimalkan sehingga kasus korupsi, termasuk di desa terus berkurang, dan ia yakin upaya pencegahan korupsi akan membuahkan hasil optimal dengan keseriusan dan dukungan semua pihak.