JAKARTA - Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan PubliK Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengingatkan pihak sekolah di daerah yang kini menerapkan jam masuk sekolah pukul 5.00 pagi untuk memperhatikan aspek keamanan dan pemenuhan gizi siswa didik.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebelumnya menerapkan kebijakan siswa SMA di Kota Kupang untuk masuk jam 05.00 pagi mulai Senin, 27 Februari. Kebijakan SMA di Kupang ini sesuai dengan instruksi Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat.
“Lebih banyak segi keamanan, misalnya anak yang harus berjalan cukup jauh dari rumah ke sekolah, karena kita tahu kalau di daerah rIsiko apa lagi sebagian anak harus naik jembatan gantung gelap-gelap,” kata Siti saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis, 2 Maret.
Pihak sekolah dan orang tua, menurut Siti, harus berperan dalam memastikan aspek keamanan anak saat diperjalanan menuju sekolah. Sementara aspek kesehatan bila masuk sekolah pukul 5 pagi, menurut Siti, masih bisa diatasi, asalkan anak dapat dipastikan istirahat dan tidur yang cukup yakni selama delapan jam sehari.
Pola asuh orang tua menjadi ujung tombak terhadap kebugaran dan kesehatan anak. Pemenuhan gizi yang baik juga diperlukan untuk anak terhindar dari kantuk dan rasa malas saat masuk pagi.
“Mengantuk itu bukan karena terlalu pagi, tapi bisa juga karena dia kurang darah atau anemia, itu juga akan menyebabkan kantuk dan malas dan cenderung lamban berfikir karena kurang oksigen di otak,” ujarnya.
Selain itu, Siti juga menyarankan pihak sekolah untuk melaksanakan gerakan Aksi Bergizi di lingkungan sekolah.
Aksi Bergizi merupakan gerakan yang menyerukan kegiatan sarapan bersama di sekolah dengan diiringi edukasi gizi yang bersifat multi-sektor dengan tujuan mempromosikan asupan makan yang sehat juga bergizi baik.
“Dengan gerakan ini kita berharap minimal seminggu sekali melakukan sarapan bersama di sekolah, anak akan mengenal mana makanan yang baik untuk dirinya,” Kata Siti.
Di sisi lain, pihak sekolah menjadi dapat mengetahui dan memantau pola makan tiap-tiap muridnya.
Siti menyoroti hingga kini masih banyak orang tua yang memberikan bekal makanan instan kepada anaknya, ditambah komposisi gizi yang tidak seimbang, salah satunya seperti menu mie instan bersamaan dengan nasi.
“Kita mendorong untuk pemenuhan protein hewani, dengan program ini kita harapkan adanya perubahan perilaku dari orang tua dan anak,” ujarnya.
Aksi Bergizi ini, menurut Siti, dapat dimulai dari sekolah, dengan melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan melibatkan Puskesmas setempat.
Pihak Puskesmas akan berperan dalam edukasi dan ilmu parenting mengenai makanan dan gizi anak untuk mencegah stunting.