JAKARTA - Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada Hari Senin menyerukan semua pihak menahan diri untuk ketenangan, ketika berkunjung ke lokasi serangan mematikan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina di Kota Tepi Barat, Hawara, saat beberapa anggota pemerintah menyatakan dukungannya terhadap kekerasan tersebut.
Ratusan pemukim menyerang toko-toko, mobil dan rumah-rumah milik warga Palestina di kota tersebut, menyebabkan satu orang tewas dan lebih dari 100 orang terluka dalam serangan yang dikecam oleh masyarakat internasional.
Penyerangan tersebut terjadi setelah pembunuhan dua warga Israel oleh seorang pria bersenjata Palestina.
"Saya menyerukan kepada semua orang untuk memulihkan ketenangan," kata Gallant, melansir The National News 27 Februari.
"Tidaklah sah atau mungkin untuk beroperasi secara individual," tegasnya.
Namun, berbeda dengan pernyataan Gallant, Kepala Komite Keamanan Nasional Zvika Fogel mengatakan bahwa Israel harus "melepas sarung tangan".
"Saya ingin memulihkan keamanan bagi penduduk negara Israel," katanya.
"Bagaimana kita melakukannya? Kita berhenti menggunakan kata 'proporsionalitas'. Kita berhenti dengan keberatan kita terhadap hukuman kolektif. Kemarin, seorang teroris datang dari Hawara. Hawara yang tertutup dan dibakar. Itulah yang ingin saya lihat. Itulah satu-satunya cara untuk mencapai pencegahan ... kita perlu membakar desa-desa ketika (militer) tidak bertindak," paparnya.
Perbedaan antara seruan untuk tenang dari Gallant dan seruan angkat senjata dari Fogel, menyoroti perpecahan di dalam pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, salah satu pemerintahan paling kanan dalam sejarah Israel.
Hal ini juga mengindikasikan keretakan yang muncul antara badan keamanan negara dan elemen-elemen pemerintahan.
Bulan ini, media Israel mengutip sumber senior pemerintah yang tidak disebutkan namanya, mengecam seruan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir untuk melakukan operasi besar-besaran di Yerusalem Timur.
"Keputusan dengan skala seperti itu tidak dibuat dalam pernyataan seorang menteri atau menteri lainnya di trotoar di lokasi serangan," demikian kutipan sumber tersebut.
Peristiwa Hari Minggu juga menimbulkan kekhawatiran di dalam Israel bahwa kelompok-kelompok radikal di masyarakat negara itu menjadi semakin berani oleh pemerintah baru dan agenda konfrontatifnya.
Pada Hari Senin, pasukan keamanan mulai membubarkan orang-orang dari pos terdepan Evyatar di Tepi Barat setelah ratusan pemukim mendudukinya dalam semalam, sebagai tanggapan atas pembunuhan dua bersaudara asal Israel tersebut.
Saat mengunjungi lokasi penembakan, Gallant mengatakan bahwa negara tersebut menghadapi "hari-hari yang sulit di masa depan".
Terpisah, militer Israel mengatakan bahwa mereka akan "memperkuat" Tepi Barat dengan "dua batalyon tambahan" dan memperluas "pemeriksaan keamanan di rute-rute yang mengarah ke dalam dan ke luar (Nablus)".
Sementara itu, Amerika Serikat menyerukan de-eskalasi segera di kawasan tersebut.
BACA JUGA:
"Kami mengutuk kekerasan hari ini di Tepi Barat, termasuk serangan teroris yang menewaskan dua warga Israel dan kekerasan pemukim, yang mengakibatkan tewasnya seorang warga Palestina, melukai lebih dari 100 orang lainnya, dan penghancuran harta benda," ujar Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price.
"Perkembangan ini menggarisbawahi pentingnya untuk segera meredakan ketegangan dalam kata-kata dan perbuatan. Amerika Serikat akan terus bekerja sama dengan warga Israel dan Palestina serta mitra regional kami untuk memulihkan ketenangan," papar Price.
Diketahui, Tepi Barat yang diduduki Israel adalah rumah bagi sekitar 2,9 juta warga Palestina, serta sekitar 475.000 pemukim Yahudi, yang tinggal di daerah jajahan yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.