MATARAM - Jaksa penuntut umum melanjutkan penahanan terhadap tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat berinisial MF.
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera mengatakan, pihaknya melanjutkan penahanan MF usai menerima pelimpahan atau tahap dua dari penyidik kepolisian pada Kamis, 23 Februari.
"Karena itu, terhitung sejak 23 Februari 2023 sampai 14 Maret 2023, tersangka MF menjalani masa penahanan tahap pertama penuntut umum di Lapas Kelas IIA Mataram, Kuripan, Kabupaten Lombok Barat," kata Efrien di Mataram, Antara, Jumat, 24 Februari.
Pelimpahan tersangka MF dari penyidik kepolisian pada Kamis kemarin dilaksanakan bersama dengan penyerahan barang bukti ke penuntut umum. Barang bukti tersebut berkaitan dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang RI tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Efrien mengatakan bahwa pelaksanaan tahap dua ini merupakan tindak lanjut hasil penelitian jaksa yang menyatakan berkas perkara milik tersangka sudah lengkap atau P-21.
"Iya, jadi, tahap dua ini tindak lanjut berkas milik tersangka yang sudah dinyatakan P-21," ujarnya.
Penyidik dalam berkas perkara, menetapkan MF sebagai tersangka karena diduga melanggar Pasal 14 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dan/atau Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana itu mengatur persoalan penyebaran berita bohong yang dapat mengakibatkan keonaran di tengah masyarakat dengan ancaman pidana paling berat 10 tahun penjara.
Kemudian untuk Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik itu mengatur soal menyiarkan informasi yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan antar individu maupun kelompok.
Untuk ancaman pidana, diatur dalam Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Penyidik kepolisian pun sebelumnya melakukan penahanan terhadap tersangka MF usai menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka di ruang Subdit Siber Reskrimsus Polda NTB pada 6 Januari 2023.
Penyidik menahan tersangka MF di Rutan Polda NTB untuk mengantisipasi upaya tersangka menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan, dan melarikan diri.
Penanganan kasus ini pun bermula dari adanya laporan resmi berkaitan dengan pertanyaan MF di salah satu grup percakapan media sosial yang diduga menyudutkan pihak DPRD NTB.
BACA JUGA:
Sebelum laporan masuk di kepolisian, pihak DPRD NTB sempat melayangkan somasi kepada MF. Namun, dalam 2 hari berturut-turut, MF tidak menanggapi hal tersebut sehingga berdasarkan desakan seluruh anggota DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaedah sebagai ketua melaporkan MF ke polisi.