Bagikan:

JAKARTA - Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh divonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016 dengan nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp17,22 miliar.

"Mengadili, menyatakan terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh alias Irfan Kurnia telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa John Irfan dengan pidana penjara selama 10 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar diganti kurungan selama 6 bulan," kata ketua majelis hakim Djumyanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dilansir dari Antara, Rabu, 22 Februari. 

Vonis tersebut lebih ringan dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Irfan Kurnia Saleh divonis 15 tahun penjara ditambah Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp177.712.972.054,6  subsider 5 tahun kurungan.

Majelis hakim memutuskan Irfan Kurnia hanya dikenai hukuman uang pengganti sebesar Rp17,22 miliar.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Irfan Kurnia untuk membayar uang pengganti sebesar Rp17.222.178.271 dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti selamat-lambatnya satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana akan dipenjara selama 2 tahun," ungkap hakim.

Majelis hakim menyebutkan sejumlah hal yang yang memberatkan dalam perbuatan Irfan.

"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan upaya negara atau pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, belum pernah dipidana dan masih punya tanggungan keluarga," tambah hakim Djumyanto.

Vonis tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut dalam surat tuntutan disebutkan Irfan Kurnia lalu melakukan pendekatan ke Asisten Perencanaan dan Anggaran (ASRENA) KASAU TNI AU Mohammad Syafei pada Mei 2015 dan membicarakan agar helikopter AW 101 dapat diterbangkan pada acara HUT TNI AU pada 4 April 2016.

Maka pada 14 Oktober 2015, Irfan langsung memesan 1 unit Helikopter VVIP AW-101 kepada Perusahaan AgustaWestland, dan pada 15 Oktober 2015 ia membayar uang tanda jadi sebesar 1 juta dolar AS atau Rp13.318.535.000 atas nama PT Diratama Jaya Mandiri kepada AgustaWestland, padahal belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU.

Helikopter itu sesungguhnya adalah helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India.

Namun, karena Irfan telah memesan heli AW 101 dan sudah membayar tanda jadi maka Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Agus Supriatna, melalui Asrena KASAU TNI AU Supriyanto Basuki membuat usulan perubahan pengadaan yang semula pengadaan helikopter VVIP RI-1 menjadi helikopter Angkut Berat, meski spesfikasi hanya ditambahkan Cargo Door on the starboard side dengan harga usulan Rp742.475.410.040.

Pada 18 Juli 2016 KADISADAU Fachri Adamy kemudian menetapkan PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang pengadaan Helikopter Angkut AW 101 senilai Rp738,9 miliar.

Majelis hakim juga menyatakan bahwa ada dana komando (Dako) sebesar Rp17.733.600.000.

"Dalam persidangan terbukti adanya pemberian dana komando dimana terdakwa mengakui sesuai kesepakatan 4 persen dari pembayaran tahap ke-1 sebesar Rp17.733.600.000 sehingga jumlah pembayaran pada 5 September 2016 atas Diratama Jaya Mandiri adalah hanya sebesar Rp418.956.300.000 dari nilai Tahap I sebesar 60 persen dari nilai kontrak yaitu sebesar Rp443.340.000.000 selanjutnya diambil Rp17.733.600.000," ungkap hakim

Selanjutnya bertempat di gedung B3 Lt 2 Disku Mabes TNI AU, Sigit Suwastono menyerahkan dana komando yang berasal dari pencairan tahap ke-1 (satu) pengadaan Helikopter AW-101 tersebut kepada Wisnu Wicaksono.

Sigit Suwastono pada 9 November 2016 membuat rekening BRI Cabang Mabes TNI AU yang digunakan sebagai tempat penampungan bunga deposito dana komando atas nama Dewi Liasaroh yaitu asisten rumah tangga pegawai BRI cabang Mabes TNI AU. Sigit juga lalu membuat sejumlah rekening deposito. 

Atas vonis tersebut, baik terdakwa Irfan Kurnia maupun JPU KPK menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.