JAKARTA - Masyarakat di tanah air kembali heboh dengan blusukan Tri Rismaharini pasca didaulat Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Menteri Sosial (Mensos).
Gaya yang dipopulerkan Jokowi, kala maju sebagai Gubernur DKI Jakarta 2012 lalu ini kembali dilakukan Risma di hari pertama bekerja. Dia mengunjungi warga DKI yang tinggal di bawah fly over Pramuka, Jakarta Timur.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, sebagai strategi politik hal itu lumrah dilakukan oleh setiap pejabat publik. Muaranya adalah membangun citra pupulis atau menarik simpati masyarakat.
Hanya, menurut Ipang --sapaan akrab Pangi-- keberhasilan strategi ini tergantung pula dengan tren yang disukai masyarakat. Sebagai perbandingan, saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden RI ke-6, gaya kepemimpinan yang elegan, tenang dan terstruktur lebih banyak di sukai oleh masyarakat.
BACA JUGA:
Dua periode kepemimpinan SBY, lanjut Ipang, dominasi gaya yang tenang ini tidak lagi populer di masyarakat. Kemudian, masuklah Jokowi yang saat itu menawarkan gaya blusukan sebagai antitesa kepemimpinan tenang SBY.
"Jadi pertanyaannya apakah itu (Blusukan) masih relevan untuk konteks sekarang atau tidak, tergantung ke masyarakat. Risma sedang mencoba momentum (Blusukan) ini tepat atau tidak," jelas Ipang saat dihubungi Voi, Rabu, 6 Januari.
Melihat strategi blusukan Risma, menurut Ipang, bisa di prediksi bahwa dia tengah dipersiapkan PDI Perjuangan (PDIP) untuk misi tertentu, baik sebagai calon Gubernur DKI Jakarta atau jabatan strategis lainnya.
Bila maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, maka strategi ini jelas 'bertentangan' dengan apa yang dipraktikan Anies Baswedan selama ini. Menurut Ipang, karakter kepemimpinan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta lebih sunyi, terstruktur dan jauh dari follow up media.
"Jadi kerja Anies memang lebih tenang, tidak bising atau mencari panggung dan mendulang popularitas," terang Ipang.
Ipang menambahkan, bila momentum blusukan Risma ini tepat, bukan mustahil bakal mendulang kesuksesan besar, baik untuk Risma atau PDIP. Sebaliknya, bila tidak disukai masyarakat maka menjadi boomerang bagi Risma.
Lebih penting kinerja Risma di kemensos yang harus berdampak bagi perbaikan kualitas hidup masyarakat.
"Kalau ketahuan bahwa ini adalah settingan atau skenario, tidak alamiah, tentu menjadi menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. Masyarakat juga bukannya menambah elektabilitas tetapi semakin resisten. Ini yang harus hati-hati betul," tutup Ipang.