Bagikan:

JAKARTA - Sebidang lahan dari ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan Muara Karang, Pluit, Jakarta Utara bakal dijadikan sebagai pusat kuliner oleh Pemprov DKI. Izin memberikan bangunan (IMB) telah terbit. 

Kini, kawasan yang sudah rata dengan tanah itu mulai dibangun kembali. Selain pembangunan sentra kuliner, lahan tersebut juga akan dibuat fasilitas olah raga seperti jogging track dan lahan parkir. 

Rencana pembuatan pusat kuliner di Muara Karang diprotes keras oleh Fraksi PDIP DPRD DKI. Anggota Fraksi PDIP Ima Mahdiah menegaskan, kawasan RTH semestinya tak boleh diperuntukkan menjadi ruang bisnis. 

Pasalnya, dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 Pasal 239, Dinyatakan siapapun dilarang memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai peruntukan.

"Kita ingin lahan tersebut menjadi seperti semula, yaitu RTH. Kalau misalnya (RTH) dibagusin, itu masih oke. Tapi ini kan buat bisnis. Seperti enggak ada tempat lain yang bisa dibangun saja," kata Ima di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 5 Februari. 

Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono bercerita, dulu lahan tersebut merupakan pemukiman liar. Sampai pada akhirnya mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merelokasi kegiatan warga di sana dan menetapkan lahan tersebut sebagai kawasan RTH. 

Namun, pemulihan RTH terbengkalai karena pergantian kepemimpinan di DKI oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pada pertengahan 2018, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) kepada PT Jakarta Propertindo. 

Jakpro lalu memberikan tanggung jawab pengelola kepada anak perusahaannya, PT Jakarta Utilitas Propertindo (JUP). JUP lalu menyerahkan pembangunan serta pengelolaan kawasan kuliner kepada swasta selaku pihak ketiga dengan kontrak selama 20 tahun. 

"Itu dikontrakkan ke pihak ketiga. Pembagian hasilnya 85 persen dan 15 persen buat JUP, termasuk hasil parkirnya. Sedikit sekali (keuntungan Pemprov DKI). Saya juga mau jadi pihak ketiga kalau begitu," tutur Gembong. 

"Yang buat saya terheran-heran, di jalur hijau kok bisa dikeluarkan IMB. Padahal, yang namanya IMB ada kajiannya lah," lanjut dia. 

Klaim DKI dan bantahannya

Kepala Departemen Pengelolaan Aset dan Properti PT JUP, Hafidh Fathoni merasa pihaknya tidak menyalahi aturan soal mengalihkan RTH Muara Karang menjadi pusat kuliner. 

Hafidh bilang, dari total luas 2,3 hektare RTH, hanya 11 persen yang akan digarap menjadi kawasan komersial. Dengan perizinan yang sudah dikantongi, dirinya yakin diperbolehkan menggarap RTH itu menjadi pusat kuliner.

Lagipula, kata Hafidh, kios yang dibangun adalah semi-permanen. "Bangunannya semi-permanen, mungkin bangunannya seperti kontainer Kita berpedoman pada perizinan yang sudah ada. Secara aturan boleh atau tidaknya nanti kita coba tanyakan ke bagian legalnya," kata Hafidh. 

Melanjutkan, Sekretaris Perusahaan PT JUP Andika Silvananda menyebut akan menempatkan 60 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) binaan Pemprov DKI di kawasan kuliner tersebut. 

Kemudian, Andika mengklaim tak akan mematok harga sewa kepada UMKM tersebut. Sebagai gantinya, akan ada iuran per hari yang mesti dibayar para pedagang kecil yang mendapat lapak.

"Kalau untuk UMKM itu disediakan free," kata Andika. "Saat ini kami proses sedang berjalan. Kita sedang koordinasikan langkah-langkah terbaiknya bagaimana agar proses pembangunan itu bisa berjalan dengan baik."

Namun, hal ini dibantah oleh anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Ima Mahdiah. Kata Ima, sebagian kawasan RTH yang bakal disulap menjadi sentra kuliner tersebut sudah mulai dipasarkan. Hal ini ia temukan saat kunjungan langsung ke lokasi beberapa waktu lalu. 

"Sudah ada merketig gallery-nya dan mulai dijual. Satu meternya dijual Rp60 juta. Tanah di Jakarta banyak kok kalau mau sewa, tapi kenapa malah di situ yang merupakan RTH untuk mengurangi banjir. Kalau banyak bangunan, pasti akan menutup saluran air” ungkap Ima.