<i>Holding</i> BUMN Farmasi yang Mengupayakan Tekan Harga Obat dan Impor Bahan Baku
Konferensi pers holding BUMN Farmasi di Jakarta, Rabu 5 Februari. (Didi Kurniawan/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Farmasi resmi terealisasi. PT Bio Farma (Persero) menjadi induk holding yang di dalamnya tergabung dengan dua BUMN Farmasi yakni PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk.

Hal tersebut sudah diputuskan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 76 tahun 2019 tentang penambahan penyertaan modal negara ke dalam saham PT Bio Farma (Persero). Selain terbitnya PP, keputusan Menteri Keuangan Nomor 862/KMK.06/2019 tentang penetapan nilai penambahan penyertaan modal negara ke dalam saham PT Bio Farma serta ditandatanganinya akta pernyataan perjanjian pengalihan saham Nomor 37 tanggal 31 Januari 2020 juga telah dikeluarkan.

Dengan demikian, seluruh saham seri B milik negara di Indofarma dialihkan ke Bio Farma sebagai penambahan penyertaan modal negara.

Dengan adanya pengalihan seluruh saham seri B tersebut, maka saham seri B Indofarma dimiliki 80,664 persen oleh Bio Farma dan 19,336 persen milik investor publik, saham seri A dwiwarna tetap dimiliki oleh negara. Status perseroan yang semula perusahaan persero menjadi perusahaan non persero, serta negara masih mengkontrol Indofarma.

Direktur Utama Bio Farma, Honesti basyir mengatakan, ada beberapa tujuan positif dari pembentukan BUMN Farmasi ini. Yang pertama adalah terkait harga obat yang masih mahal di pasaran. Ia menegaskan, ada peluang penurunan harga obat melalui holding BUMN Farmasi.

"Itu [harga obat lebih murah] sangat memungkinkan. Dengan kolaborasi ini, masyarakat akan mendapat harga obat yang lebih terjangkau," ujar Honesti di Jakarta, Rabu 5 Februari.

Hal itu kata Honesti sejalan tujuan pembentukan holding BUMN Farmasi yakni upaya menekan impor bahan baku obat, yang nantinya akan membantu menurunkan harga obat. Holding BUMN Farmasi akan mendorong untuk mengurangi ketergantungan Indonesia akan impor.

Direktur Utama Biofarma, Honesti Basyir. (Didi Kurniawan/VOI)

"Saat ini untuk pembuatan produk farmasi 90 persen berasal dari impor. Targetnya jelas, 90 persen bahan baku itu impor sehingga holding ini diminta untuk mengurangi itu," kata Honesti.

Dengan dibentuknya holding farmasi ini, kata Honesti, nantinya akan ada sinergi bersama para anak usaha tiap perusahaan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Sebab, sebelum adanya holding, tiap pelaku usaha farmasi saling bersaing berebut pasar dan tidak fokus dalam peningkatan produksi bahan baku.

Lebih lanjut kata Honesti, holding ini juga dimaksudkan untuk mengurangi overlap bisnis dari Kimia Farma dan Indofarma yang bisnisnya sering beririsan. Menurut Honesti, hal itu terjadi pada obat generik Kimia Farma dan Indofarma yang saling beririsan sekitar 80 persen.

Ia menjelasakan, mulai 2020 ini, Kimia Farma dan Indofarma akan memiliki arah bisnisnya masing-masing. Indofarma akan fokus pada alat kesehatan dan natural extract. Perusahaan ini juga bakal mengembangkan bisnis obat-obatan sesuai tren penyakit yang berkembang, sepertid diabetes, jantung, kanker, dan stroke.

Produk Indofarma akan menyesuaikan penyakit yang berkembang di masyarakat, salah satunya adalah penyakit degeneratif yang timbul akibat gaya hidup atau perilaku yang tidak sehat.

Sedangkan Kimia Farma fokus pada aktivitas di bidang industri kimia dan farmasi seperti perdagagan dan jaringan distribusi, serta retail farmasi, layanan kesehatan, dan optimalisasi aset. Sementara Biofarma, tetap fokus pada produksi vaksin dan antisera.