Vaksin Sinovac Diuji Ditempatnya, Bio Farma Sebut Konten Viral <i>@EnggalPMT</i> Menyesatkan
Vaksin Sinovac tiba di laboratorium Bio Farma (SumberL BPMI Setpres)

Bagikan:

JAKARTA - Foto produk kemasan vaksin COVID-19 buatan Sinovac Biotech viral di media sosial Twitter setelah akun bernama Bandit Merah Putih atau @EnggalPMT mengunggahnya. Penyebabnya, pada kemasan vaksin tersebut terdapat tulisan "SARS-CoV-2 Vaccine (Vero cell) Inactived only for clinical trial" atau untuk uji klinis. PT Bio Farma yang bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan uji klinis Sinovac mengklarifikasi, menyebut konten viral itu menyesatkan.

Adapun kemasan vaksin tersebut didominasi warna putih dengan sedikit corak warna oranye. Di dalam kemasan tertulis dalam bahasa China yang intinya adalah spesifikasi setiap tabung berisi 0,5 ml. Adapun dosis untuk setiap manusia adalah 0,5 ml.

Tak sedikit warganet yang merespons unggahan tersebut. Mayoritas dari mereka memilih untuk tidak melakukan vaksinasi meskpun mendapat jatah vaksin gratis dari pemerintah. Ketidakinginan ini juga dipengaruhi oleh tulisan ‘only for clinical trial’ yang tersapt dalam foto kemasan vaksin tersebut.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma (Persero) Bambang Heriyanto mengatakan, kemasan vaksin Sinovac tersebut merupakan kemasan vaksin yang digunakan saat uji klinis tahap tiga, di mana uji klinis ini dilakukan sejak Agustus 2020 lalu. 

“Kemasan vaksin Sinovac yang beredar itu menang benar. Tapi penjelasannya salah. Iya namanya only for clinical trial, ya hanya digunakan untuk uji klinis fase III yang dilakukan Agustus lalu. Ini digunakan secara terbatas, dan sudah disuntikan kepada 1.620 relawan, dan ini sudah habis,” ujar Bambang saat dihubungi VOI, Sabtu, 2 Januari.

Bambang juga menegaskan bahwa foto vaksin yang diunggah oleh akun dengan nama Bandit Merah Putih menyesatkan. Sebab, kemasan vaksin yang nanti akan disuntikan tidak berbentuk seperti itu melainkan dalam bentuk vial atau botol kaca kecil dengan ukuran satu dosis.

"Kemasan yang digunakan itu hanya uji klinis, sementara kemasan yang digunakan dalam vial atau botol kecil.

Nanti akan diambil pakai jarum suntik dan akan disuntikan. Satu dus isinya ada sekitar 40 vial atau dosis. Itu berbeda isinya. Itu (yang posting) sok tahu tapi enggak tahu," katanya.

Menurut Bambang, untuk produk yang akan masuk ke dalam tubuh manusia memang harus melalui tahapan uji klinis. Di dalam kemasan produk juga harus tertulis ‘only for clinical trial’ atau untuk uji klinis dan bukan untuk digunakan secara massal. 

“Bukan (produk vaksin yang akan disuntikan). Itu buat uji klinis. Aturan internasional-nya memang begitu harus ditulis. Semua berlaku tidak hanya vaksin, obat baru ya begitu. Misalnya kita mau bikin obat baru, harus dilakukan clinical trial bukan berarti kita jadi kelinci percobaan,” ujarnya.

Bambang berharap masyarakat tidak mudah percaya dengan informasi yang beredar di sosial media. Khususnya, mengenai informasi vaksin yang belum disampaikan secara resmi oleh pemerintah baik itu melalui Kementerian Kesehatan ataupun Bio Farma. 

Lebih lanjut, dia juga kembali menegaskan bahwa uji klinis III ditargetkan selesai pada Januari 2021. Di mana, pihaknya akan memberikan laporan hasil uji klinis kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) untuk dilakukan pengecekan kembali sebelum dikeluarkan emergency use authorization (EUA).

“Hasil uji klinis fase III ini yang akan digunakan untuk menerbitkan izin penggunaan dari BPOM. Nah kemasannya nanti tidak ada di situ (kemasan) tidak boleh ditulis only for clinical trial. Tidak ada. Nanti justru akan adanya izin dari BPOM izin emergensi. Dari kemasan saja sudah salah, sudah beda,” tuturnya.