Wakil Ketua MPR: Atasi Kasus Kekerasan Seksual Anak Butuh Langkah Sistematis
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat berpandangan diperlukan langkah nyata, segera, dan sistematis yang didukung seluruh pihak dalam mengatasi persoalan tren peningkatan kasus kekerasan seksual anak.

"Kasus kekerasan seksual anak membutuhkan langkah segera dan sistematis yang harus didukung semua pihak agar akar persoalan yang memicu peningkatan jumlah kasus bisa segera diatasi," kata Lestari dikutip dari Antara, Minggu, 29 Januari.

Ia berharap, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah dapat meningkatkan kolaborasi dalam menekan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Dia mengingatkan seluruh pihak untuk memberikan perhatian persoalan peningkatan kasus kekerasan seksual anak yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir guna menjamin tumbuh kembang generasi penerus bangsa yang lebih baik.

"Peningkatan signifikan kasus kekerasan seksual terhadap anak harus menjadi perhatian semua pihak untuk menjamin tumbuh kembang yang lebih baik bagi generasi penerus dalam proses membangun anak bangsa yang sehat dan tangguh di masa depan," kata Lestari.

Sebagaimana dimuat dalam catatan data Sistem Informasi Online dan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Simfoni Kementerian PPPA), jumlah kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2022 mencapai 16.106 kasus.

Jumlah itu mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2019 sebanyak 6.454 kasus, tahun 2020 sebanyak 6.980 kasus, dan 2021 sebanyak 8.703 kasus.

Dari sejumlah kasus tersebut, jenis kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan seksual 9.588 anak yang menjadi korban pada tahun 2022.

Peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan dipicu semakin terbuka dan beraninya masyarakat melaporkan kasus kekerasan seksual dan kekerasan terhadap anak.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Lestari mendukung pemerintah agar segera menerapkan kurikulum tentang kesehatan reproduksi, mengingat saat ini edukasi kesehatan reproduksi diserahkan masing-masing sekolah.

Ia mendorong adanya upaya sosialisasi masif dari para pihak terkait mengenai berbagai upaya pencegahan kekerasan seksual dan edukasi sejak dini kepada masyarakat luas.

Dia memandang pengaplikasian sejumlah aturan yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) harus segera direalisasikan dengan keberadaan sejumlah aturan pendukungnya.

Dengan demikian, tambah dia, mekanisme pencegahan tindak kekerasan seksual yang diamanatkan UU TPKS dapat berfungsi secara maksimal.

Terkait