YOGYAKARTA – Kepala Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Budiharto Setyawan mengungkap penyebab DIY menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa versi Badan Pusat Statistik (BPS).
Sebelumnya, BPS merilis data kemiskinan. Dalam rilis tersebut, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dinyatakan sebagai daerah termiskin di Pulau Jawa dengan angka kemiskinan sebesar 11,49 persen dan jumlah penduduk miskin mencapai 463.630 per September 2022. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan periode Maret 2022 sebesar 457.760 orang.
Penyebab DIY Jadi Provinsi Termiskin di Pulau Jawa Versi BPS
Menanggapi rilisan BPS, Budiharto mengatakan, ada dua penyebab mengapa DIY menjadi provinsi termiskin di Jawa.
“Pertama pola konsumsi masyarakat cenderung sederhana lalu metode pengukuran statistik belum sepenuhnya bisa menggambarkan purchasing power parity masyarakat DIY yang sebenarnya,” kata Budiharto, dikutip VOI dari laman resmi Pemerintah Provinsi DIY, belum lama ini.
Budiharto lantas menjelaskan pemenuhan indikator angka kemiskinan perihal pola konsumsi.
Dia mengatakan, budaya yang mengakar di Yogjakarta adalah menabung dibandingkan dengan konsumsi. Hal ini tercermin dari tingkat simpanan masyarakat di bank yang selalu lebih tinggi dibandingkan tingkat kredit.
Kondisi ini yang membuat indikator kemiskinan di Yogjakarta terpenuhi. Secara rata-rata rasio kredit dibandingkan dengan simpanan rumah tangga di Yogjakarta dalam 10 tahun terakhir berkisar 66,78 persen. Menurutnya data ini akan terbaca rendah apabila dibandingkan dengan rasio ideal 80 hingga 90 persen.
“Kondisi demikian terus menjadi problem secara statistik, karena penduduk dikategorikan miskin apabila rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Dengan demikian, semakin rendah pengeluaran penduduk maka akan semakin dekat dengan kemiskinan,” terang Budiharto.
Sementara itu, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) menyebut ada anomali di balik laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang DIY sebagai provinsi termiskin di Pulau Jawa.
Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Beny Suharsono meminta untuk tidak setengah-setengah melihat laporan BPS.
Beny menuturkan jumlah penduduk miskin di DIY memang bertambah jika dilihat dari hitungan per kuartal (qoq). Akan tetapi, jika dilihat dari kacamata hitungan per tahun (yoy), angka kemiskinan di DIY jelas menurun.
Ditambahkan Benny, jumlah penduduk miskin di DIY pada September 2022 tercatat sebanyak 463.630 orang atau naik 8.900 orang ketimbang periode Maret 2022. Kendati demikian, warga miskin di DIY pada September 2022 turun 10.900 orang dibandingkan data Susenas pada September 2021.
Kondisi ini juga selaras dengan kondisi pemulihan ekonomi yang terjadi di DIY. Perekonomian DIY pada triwulan III-2022 tumbuh sebesar 5,82 persen dibandingkan triwulan III-2021. Pertumbuhan ini seiring dengan perkembangan aktivitas pariwisata, ekonomi DIY tumbuh relatif lebih cepat dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa.
Menurut data dari BPS, pada triwulan III-2022 ini, pertumbuhan ekonomi DIY berada pada peringkat ke-3 setelah Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Berdasarkan perhitungan angka kemiskinan DIY tercatat sebesar 11,49 %. Persentase ini berada di atas rerata nasional yaitu 9,57%. Akan tetapi, Beny menekankan, kemiskinan bukan hanya dilihat dari statistik angka saja. Namun harus juga dilihat bagaimana kehidupan masyarakat dengan parameter-parameter lain seperti tingkat harapan hidup, tingkat pendidikan, tingkat kebahagiaan dan lainnya.
“Bisa dilihat, angka-angka ini sering kontradiksi yang tidak sesuai dengan paradoks atau anomali. Tentu kami tidak ingin berlindung di situ terus, tapi fakta yang lain kan juga memang menunjukkan bahwa statistik misalnya soal usia harapan hidup, soal angka kebahagiaan, soal angka harapan rata-rata lama sekolah, soal indeks kesejahteraan, menunjukan hal yang bertolak belakang dengan angka statistik kemiskinan,” papar Beny.
Profil Kemiskinan di DIY pada September 2022
Badan Pusat Statistik Menyebut Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki ketimpangan sosial tertinggi di Indonesia. Hal ini terlihat dari gini ratio yang angkanya mencapai 0,459 persen.
Pada September 2022, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk D.I.Yogyakarta yang diukur dengan menggunakan indikator rasio gini sebesar 0,459. Angka ini meningkat 0,020 poin jika dibandingkan dengan rasio gini Maret 2022 yang besarnya 0,439 dan meningkat 0,023 poin dibandingkan dengan rasio gini September 2021 yang sebesar 0,436.
Rasio gini di daerah perkotaan pada September 2022 tercatat sebesar 0,468 atau meningkat dibanding rasio gini Maret 2022 yang sebesar 0,446. Selain itu, juga mengalami peningkatan jika dibandingkan rasio gini September 2021 yang sebesar 0,443.
Rasio gini di daerah perdesaan pada September 2022 tercatat sebesar 0,342. Kondisi ini juga menunjukkan adanya kenaikan jika dibandingkan dengan rasio gini Maret 2022 yang besarnya 0,332 dan rasio gini September 2021 yang sebesar 0,325.
Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah 15,54 persen. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 14,91 persen. Adapun untuk daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,42 persen.
Masih dari BPS, jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebanyak 463.630 orang, naik sekitar 8.900 terhadap Maret 2022. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan periode September 2021, jumlah penduduk miskin September 2022 turun 10,900 orang.
Kendati secara persentase lebih kecil, kantong kemiskinan terbesar berada di perkotaan yang mencapai 321.070 orang (10,64 persen).
Adapun jumlah penduduk miskin di pedesaan mencapai 142.570 orang dengan persentase 14 persen. Garis Kemiskinan di Yogyakarta pada September 2022 tercatat dengan pendapatan per kapita sebesar Rp551.342 per bulan.
Demikian informasi soal penyebab DIY jadi provinsi termiskin di Pulau Jawa. Dapatkan update berita terkini hanya di VOI.id.