JAKARTA - Kelak-kelok pengamen ondel-ondel di Jakarta menjadi keresahan berkepanjangan. Padahal, sejak Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI, keberadaan pengamen ondel-ondel sudah dilarang.
Pasalnya, penggunaan boneka ikon budaya Betawi untuk alat mengamen dianggap mempermalukan wajah Jakarta. Kebanyakan, sekelompok orang dengan atribut ondel-ondel, iringan lagu, serta wadah uang yang disodorkan ke masyarakat tidak memperhatikan ciri khas musik dan busana Betawi.
Maka, saat itu Pemprov DKI menjadikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum sebagai alasan untuk menertibkan pihak yang menjadikan ondel-ondel sebagai sarana "meminta-minta" tersebut.
Tapi, keresahan itu muncul lagi pada kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pengamen berkedok ondel-ondel masih saja ada yang berkeliaran di jalan.
BACA JUGA:
Pada akhir 2018 lalu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI berencana untuk menertibkan ondel-ondel agar lebih terarah. Misalnya, memberikan keterampilan kesenian sesuai jalurnya agar mereka tak lagi mengamen di jalan.
Namun, wacana tersebut menguap karena Perda Ketertiban Umum tidak mengatur secara pasti soal larangan pengamen ondel-ondel.
Oleh karenanya, Ketua Komisi E DPRD DKI Iman Satria akan mengajukan revisi Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang Kelestarian Budaya Betawi ke Pemprov DKI. Nantinya, dalam revisi tersebut, ondel-ondel tak boleh dijadikan mengamen.
"Kita kan sudah punya Perdanya. Nanti, di situ dimasukkan salah satu klausul bahwa ondel-ondel tidak boleh dipakai untuk ajang ngamen," kata Iman kepada wartawan, Selasa, 4 Januari.
Iman mengaku miris melihat boneka budaya Betawi tersebut berkeliaran di jalan raya Ibu Kota untuk mengamen. Bukannya bermaksud ingin menjegal pelestarian kesenian budaya Betawi, tapi tak sepatutnya ondel-ondel tersebut difungsikan mengais pundi rupiah di jalan.
"Kita miris. Sekarang, kalau lihat di pinggir jalan, ondel yang jadi ikon yang megah, yang biasanya ditaruh di ruang rapat paripurna, tiba-tiba dibawa ke jalanan untuk mengemis," tutur Iman.
Karenanya, bila Perda Nomor 4/2015 sudah direvisi, oknum yang memanfaatkan ondel-ondel untuk mengamen bakal dikenakan sanksi tegas berupa kurungan penjara. Tapi, kata Iman, sebelum memberikan sanksi, pemerintah harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat.
"Pertama, pemberitahuan (larangan mengamen) dulu. Lalu, tempat yang menyewakan itu tidak diperbolehkan lagi, bisa sanksi kurungan atau apa gitu. Tapi, baru wacana, kita kan baru sosialisasi kemaren. Insyaallah, tahun ini mungkin bisa (diterapkan)," ungkapnya.
Untuk diketahui, ondel-ondel adalah boneka besar dengan rangka anyaman bambu berukuran sekitar 2,5 m, tingginya dan garis tengahnya kurang dari 80 cm. Ruang di dalamnya dibuat luas agar si pemikul dapat bergerak leluasa.
Rambutnya dibuat dari ijuk dengan muka berbentuk topeng atau kedok, plus mata bundar melotot. Boneka raksasa ini memiliki gender, yang laki-laki bermuka merah sedangkan yang perempuan bermuka putih atau kuning.
Di beberapa tempat, ondel-ondel sering digunakan dalam upacara "bersih desa", yang biasa digelar setelah panen raya, antara Juli-Agustus. Sebelum pekerjaan dimulai, biasanya disiapkan sesajen yang berisi bubur merah putih, rujak-rujakan tujuh rupa, bunga-bungaan tujuh macam dan sebagainya.
Jika dulu kedatangan ondel-ondel selalu ditunggu anak-anak, tapi sekarang tidak lagi. Ondel-ondel malah jadi sumber penghasilan berupa ngamen. Ngamen ondel-ondel ini kini malah menjamur hingga pinggiran Jakarta, seperti Depok.