Jokowi: Jangan Kasih Bubur Instan, Berikan Bayi Telor Hingga Ati Ayam untuk Cegah Stunting
Photo by Tanaphong Toochinda on Unsplash

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpesan agar kepala daerah dapat melakukan intervensi dalam mencegah stunting. Caranya, posyandu atau puskesmas untuk tidak memberikan biskuit dan bubur instan kepada bayi.

"Saya ingatkan pada saat intervensi masa kritis, intervensi jangan diberikan makanan yang namanya 'ultraprocess', biskuit, bubur instan, hati-hati. Ini banyak dilakukan, ini keliru lho," kata Presiden Jokowi saat membuka Rakornas Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah se-Indonesia yang ditayangkan secara virtual, Selasa 17 Januari dikutip dari Antara.

Presiden menjelaskan bahwa pentingnya pemberian protein hewani yang mengandung tinggi zat besi kepada bayi, bahkan sebelum bayi lahir.

Kepala Negara merinci penyumbang stunting sebesar 23 persen berasal ketika bayi belum lahir, sehingga ia mengingatkan agar kepala daerah dan BKKBN terus menekankan soal gizi pada ibu hamil dan memastikan mereka tidak mengalami anemia karena kurang zat besi.

Kemudian, 37 persen penyumbang stunting berasal ketika bayi sudah lahir dengan usia hingga dua tahun.

Ia meminta kepada posyandu dan puskesmas untuk secara aktif membantu calon ibu dan ibu yang memiliki balita tentang pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif selama 6 bulan.

Jika bayi terindikasi mengalami stunting, Presiden Jokowi menegaskan agar tidak memberikan biskuit dan bubur instan sebagai makanan pendamping ASI.

"Ati ayam, urusan telor, nasi, ini kita harus ngerti. Kalau enggak ngerti, bagaimana bisa kita mengintervensi. Sekali lagi, makanan alami itu akan semakin baik," kata Jokowi pula.

Presiden menargetkan jumlah bayi stunting di bawah 14 persen pada 2024, turun signifikan dari 2014 sebesar 37 persen, kemudian 24 persen pada 2021 dan perkiraan 21 persen pada 2022.

Menurut Jokowi, stunting menjadi target penyelesaian bagi pengembangan SDM di Indonesia, mengingat bonus demografi akan dinikmati oleh negara pada puncaknya tahun 2035.

"Kalau SDM-SDM kita tidak berada pada posisi yang ini (kemampuan otaknya) baik, sehingga memiliki produktivitas baik, hati-hati. Bukan keuntungan yang kita dapat, tetapi ya akan memberikan beban yang besar kepada Negara," kata Jokowi.