Bagikan:

JAKARTA - Ukraina mengharapkan pengiriman senjata dari Barat dipercepat, saat serangan Rusia terus meminta korban jiwa warga sipil, menuai kecaman dari pejabat tinggi PBB.

Korban tewas akibat serangan rudal terhadap apartemen di Dnipro Hari Sabtu naik menjadi 40, termasuk tiga anak, kata pejabat Ukraina. Mereka mengatakan 25 orang hilang atau tidak ditemukan, tetapi 39 orang, termasuk enam anak, diselamatkan dari reruntuhan.

"Apa yang terjadi di Dnipro, fakta bahwa Rusia sedang mempersiapkan upaya baru untuk mengambil inisiatif dalam perang, fakta bahwa sifat aksi militer di garis depan memerlukan keputusan baru tentang pasokan senjata, menggarisbawahi betapa pentingnya mengoordinasikan semua upaya koalisi mempertahankan Ukraina dan kebebasan," kata Presiden Volodymyr Zelensky dalam pidato videonya Senin malam, melansir Reuters 17 Januari.

Dia mengharapkan keputusan penting oleh sekutu Ukraina ketika mereka bertemu di Jerman akhir pekan ini.

Rusia, yang sejak Oktober telah melakukan serangan besar-besaran di kota-kota Ukraina terutama dengan menargetkan infrastruktur pembangkit listrik, mengatakan tidak dapat disalahkan atas kehancuran di Dnipro, karena disebabkan oleh pertahanan udara Ukraina. Sementara, Kyiv mengatakan gedung apartemen itu dihantam oleh rudal anti-kapal Rusia, jenis yang tidak dapat ditembak jatuh oleh Ukraina.

Terkait hal tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk keras serangan Dnipro, kata juru bicara PBB.

"Serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil melanggar hukum kemanusiaan internasional. Itu harus segera diakhiri," kata juru bicara itu.

Dalam pembaruan Senin malam, Staf Umum Angkatan Darat Ukraina mengatakan, artileri Rusia menggempur sekitar 25 kota dan desa di sekitar Bakhmut dan Avdiika, dua titik fokus upaya Rusia untuk maju di kawasan industri timur Donbas yang strategis.

Dikatakan Rusia juga terus menembaki lebih dari 30 permukiman di wilayah timur laut Kharkiv dan Sumy dekat perbatasan Rusia. Di selatan, tembakan mortir dan artileri Rusia menghantam beberapa kota, termasuk ibu kota regional Kherson, yang ditinggalkan pasukan Rusia pada November.

Diketahui, Moskow menyangkal dengan sengaja menargetkan warga sipil, meskipun perang telah menelantarkan jutaan orang, membunuh ribuan warga sipil dan meninggalkan kota-kota dan desa-desa Ukraina dalam reruntuhan.

Rusia menyebut tindakannya sebagai "operasi militer khusus" untuk melindungi keamanannya karena tetangganya semakin dekat dengan Barat. Sementara, Ukraina dan sekutunya menuduh Moskow melakukan perang tak beralasan untuk merebut wilayah, menghapus kemerdekaan sesama bekas republik Soviet.