Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah secara resmi sudah mengakui kalau memang telah terjadi Pelanggaran HAM berat pada masa lalu. Presiden Jokowi mengaku sangat menyesal dengan 12 peristiwa kelam itu.

Hal itu disampaikan Presiden Jokowi setelah menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) masa lalu yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 11 Januari.

Pelanggaran HAM berat seperti yang tertuang dalam penjelasan Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia, adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan (arbitary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (system discrimination). Sedangkan, pelanggaran HAM berat menurut Undang-Undang no. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM didefinisikan sebagai pelanggaran HAM yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Berikut adalah pernyataan lengkap Presiden Jokowi soal pengakuan pemerintah terhadap Pelanggaran HAM Berat.

Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sebangsa dan se-tanah air,

Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.

Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan, saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat pada:

1. Peristiwa 1965-1966;

2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985;

3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;

4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989;

5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa tahun 1997-1998;

6. Peristiwa kerusuhan Mei 1998;

7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, 1998 dan 1999;

8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999;

9. Peristiwa Simpang KKA di Aceh tahun 1999;

10. Peristiwa Wasior di Papua 2001-2002;

11. Peristiwa Wamena, Papua di 2003; dan

12.Peristiwa Jambo Keupok di Aceh tahun 2003.

Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu, yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.

Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang. Dan, saya minta kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar dua hal tersebut bisa terlaksana dengan baik.

Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa, guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.