Terus Mangkir, Polres Mukomuko Masukan Nama 2 Direktur Perusahaan ke DPO Kasus Korupsi PIID-PEL
Kepolisian Resor Mukomuko menggelar siaran pers penetapan tersangka korupsi program PIID-PEL, Kamis (8/12/2022) ANTARA

Bagikan:

MUKOMUKO - Kepolisian Resor Mukomuko, Polda Bengkulu, menetapkan dua orang dalam daftar pencairan orang tersangka kasus korupsi dana program bantuan Pilot Inkubasi Inovasi Desa Pengembangan Ekonomi Lokal (PIID-PEL) dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tahun 2019.

"Dua tersangka ini tidak ada di alamatnya dan dua kali mangkir dari panggilan polisi, jadi kita tetapkan dalam DPO," kata Kapolres Mukomuko AKBP Nuswanto melalui Kasat Reskrim Iptu Susilo di Mukomuko, dikutip dari Antara, Senin, 9 Januari. 

Sebanyak empat tersangka dalam kasus korupsi dana program bantuan Pilot Inkubasi Inovasi Desa Pengembangan Ekonomi Lokal (PIID-PEL) dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tahun 2019.

Empat tersangka tersebut, yakni Direktur Badan Usaha Milik Desa Pasar Bantal berinisial AS, AP ketua tim pelaksana kegiatan kemitraan atau TPKK Program PIID-PEL, YB selaku Direktur PT PSG dan AP selaku Dir PT SGI.

Dua dari empat tersangka tersebut, tersangka AS dan AP telah ditahan dan berkasnya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri.

Sedangkan dua orang tersangka YB selaku Direktur PT PSG, alamat di Kebayoran lama Jakarta Selatan dan AP selaku Dir PT SGI, alamat Kabupaten Kebumen Jawa Tengah belum diketahui keberadaannya sampai sekarang.

Ia menyatakan, pihaknya sebelumnya sebanyak dua kali melakukan upaya pemanggilan terhadap dua tersangka ini, namun keduanya mangkir untuk menjalani pemeriksaan.

"Karena dua kali tidak datang kita terbit kita tetapkan keduanya dalam DPO," ujarnya.

Selanjutnya pihaknya akan melakukan pencarian keberadaan dua tersangka di alamat yang bersangkutan.

Sementara itu, peran kedua tersangka dalam kasus ini membantu membuat proposal dan menerima upah sebesar Rp20 juta dan menerima Rp35 juta untuk fasilitas inkubator, namun kegiatan tidak dilaksanakan.

Kemudian sebagai perantara pembelian mesin pengolah ikan runca ke distributor dari Malang Jawa Timur, dari harga Rp294 juta di mark up menjadi Rp425 juta sehingga dapat untung tidak sah Rp130 juta.

Kerugian dari peristiwa ini sebesar Rp494 juta, dan pihaknya sudah melakukan upaya pengembalian kerugian keuangan negara yang berhasil disita sebesar 159 juta.

Terhadap yang bersangkutan ini melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.