JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan seluruh rumah sakit daerah di Indonesia bisa menangani pasien penyakit katrostopik jantung, stroke, ginjal, dan kanker.
Untuk itu saat ini, setidaknya 50 persen RS di kabupaten/kota memiliki alat kesehatan (alkes) lengkap untuk keempat penyakit ini.
"Ditargetkan 34 rumah sakit di seluruh provinsi pada 2024 bisa melayani penyakit kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi," kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehayan Azhar Jaya dalam keterangannya, Sabtu, 24 Desember.
Azhar menguraikan, saat ini belum semua rumah sakit di Indonesia memiliki alat kesehatan lengkap untuk pengobatan penyakit kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi.
"Sebagai contoh untuk penyakit jantung, tidak semua provinsi memiliki rumah sakit dengan fasilitas untuk pasang ring di jantung. Dari 34 provinsi, yang bisa melakukan operasi pasang ring hanya 28 provinsi dan 22 provinsi yang bisa melakukan operasi jantung terbuka," ujar dia.
Sementara, anggaran yang diperlukan untuk mengejar target kekurangan 50 persen kabupaten/kota tersebut sebesar Rp3,55 triliun. Anggaran tersebut disalurkan ke daerah sehingga yang melakukan pembelian alat kesehatan adalah pemerintah daerah.
Saat ini sudah 55 persen alat kesehatan yang sudah sampai. Dari 55 persen itu ada alat yang sudah terpasang ada juga alat yang dalam proses instalasi.
Adapun 4 persen alat batal dibeli karena kendala dari pihak supplier karena tidak siap, tidak bisa indent, katalog turun tayang, dan gagal lelang.
“Pemerintah mempercepat pengiriman barang dan administrasi pertanggungjawaban keuangan akhir tahun. Pemerintah juga segera melakukan penggantian merk untuk barang yang tidak tersedia,” tutur Azhar.
Adapun cara pememenuhan alat kesehatan ini, lanjut Azhar, merupakan langkah konkret transformasi kesehatan terkait layanan rujukan. Transformasi ini dimulai dengan mengatasi penyakit penyebab kematian paling tinggi di Indonesia yakni penyakit kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi.
"Ini merupakan langkah untuk mendekatkan akses layanan kesehatan rujukan kepada masyarakat Indonesia, sekaligus untuk mengurangi beban pembiayaan kesehatan," imbuhnya.