JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kesulitan menyelidiki dugaan kerugian negara saat proses pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19. Ada pihak terkait yang tak kooperatif saat diminta memenuhi panggilan penyelidik.
"Yang penyelidikan ini memang ada yang tidak kooperatif," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan di Jakarta, Senin, 12 Desember.
Alexander tak memerinci identitas mereka karena penyelidikan harus dilakukan secara tertutup. Hanya saja, ia mengatakan pihak terkait itu tak memenuhi panggilan karena KPK tak bisa melakukan upaya paksa.
Penyelidik hanya bisa menunggu kehadiran pihak terkait. Tentunya ini berbeda pada proses penyidikan yang bisa melakukan pemanggilan paksa.
"Di penyelidikan itu kita enggak punya kewenangan untuk memaksa orang datang ke KPK diperiksa," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menyatakan pengembangan kasus bansos COVID-19 terus berjalan. Penyelidikan diupayakan segera selesai meski penghitungan kerugian negara yang ditimbulkan masih terus dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kita tunggu bersama, ya. Setiap perkembangan pasti disampaikan. Yakinlah kita terus bekerja untuk setiap perkara yang ada," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur kepada wartawan, Jumat, 9 Desember.
Sebelumnya, ada dua kasus bansos COVID-19 yang dikembangkan KPK dari operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari Batubara. Keduanya berkaitan dengan kerugian negara.
BACA JUGA:
Sejumlah nama pernah terseret dalam pengembangan kasus ini. Beberapa di antaranya, yakni anggota DPR Herman Herry dan Ihsan Yunus yang disebut meminta jatah paket bansos dalam persidangan kasus pertama.