MA-Mujiaman Maju ke MK Gugat Hasil Pilkada Surabaya, PDIP: Kami Punya Bukti Kecurangan MAJU
Ilustrasi/gedung MK (ANTARA)

Bagikan:

SURABAYA - Ketua PDI Perjuangan Surabaya Adi Sutarwijono menanggapi dingin rencana gugatan paslon nomor urut 2 Machfud Arifin-Mujiaman (MAJU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil Pilkada Surabaya. Adi menilai pengajuan gugatan adalah hak paslon, namun harus terukur dan tepat sasaran.

"Adalah hak dari masing-masing pihak untuk menempuh jalur hukum terkait hasil rekapitulasi Pilkada Surabaya. Tapi dari seluruh proses Pilkada hingga Hari-H coblosan, rakyat tahu siapa yang bagi-bagi sembako, bagi sarung dan bagi-bagi uang," kata Adi, Kamis, 17 Desember.

PDIP ditegaskan Adi telah mengumpulkan bukti kecurangan yang dilakukan oleh tim MA-Mujiaman dan sudah dilaporkan ke Bawaslu.

"Kami menemukan bukti-bukti kecurangan itu, yang terstruktur, massif, dan sistematis, yang dilakukan di banyak tempat di Surabaya. Temuan-temuan itu sudah kami laporkan ke Bawaslu. Termasuk keterlibatan kepala daerah di Jawa Timur dalam kampanye Pilkada di Surabaya, yang kami peroleh dari media sosial," jelas dia.

Adi berharap MK memutusakan secara bijak gugatan yang akan diajukan mengingat perolehan suara yang terpaut jauh antara pasangan Eri-Armudji dan MA-Mujiaman pada pilkada Surabaya yang telah melalui pleno KPU.

"Kami akan memohon keadilan kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Kami yakin Majelis Hakim MK akan memutus sesuai keadilan," katanya. 

"Karena hasil Pilkada Surabaya terdapat selisih suara yang amat jauh, sebanyak 145 ribu lebih, di mana paslon Eri Cahyadi-Armudji mengungguli Machfud Arifin-Mujiman. Selisih yang sedemikian besar adalah akibat rakyat Surabaya yang berdaulat menghendaki Eri Cahyadi-Armudji. Sekaligus rakyat menghendaki seluruh karya kebaikan Bu Risma dijaga dan dikembangkan," tegasnya.

Hasil dari pilkada Surabaya, lanjut Adi, adalah keputusan yang sudah dikehendaki rakyat Surabaya untuk memilih pemimpinnya dan itu mutlak.

"Itulah fakta demokrasi setelah 9 Desember 2020. Kalau saran kami sih, sebaiknya legawa saja, kita terima "sabda" rakyat seluruh Surabaya 9 Desember 2020 lalu. Karena rakyat adalah tuan dalam proses demokrasi ini. Suara rakyat adalah suara Tuhan, vox populi vox dei," pungkasnya.