Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecar saksi Novianto Rifai, staf pribadi (Spri) Kadiv Propam Polri mengenai proses penerbitan surat perintah penyelidikan (sprinlidik).

Jaksa sempat meragukan waktu penerbitan sprinlidik yang dimiliki terdakwa Hendra Kurniawan. Sebab surat itu terbit pada 8 Juli atau bertepatan di hari tewasnya Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Saksi kan Sprinya Kadiv Propam Ferdy Sambo, yang saya tanyakan kebiasaan saudara saksi. Kalau terkait surat misalnya surat perintah itu biasanya, dibuat ditandatangani pada jam kerja atau bisa mendadak malam di tanda tangani?" tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 8 Desember.

"Mendadak, kalau surat perintah mendadak itu kan surat urgent. Biasanya surat urgent yang dibutuhkan tandatangani," jawab Novianto.

Saksi pun menjelaskan apabila surat itu sangat mendesak, bisa diterbitkan di luar prosedur jam kerja atau pukul 07.00 hingga 15.00 WIB. Semua bisa disesuaikan dengan kebutuhan perintah.

"Malam itu di tanda tangani bisa?" tanya jaksa.

"Malam itu (bisa) siap," kata Novianto.

Namun, saksi menyatakan surat yang harus diterbitkan dalam keadaan terdesak tak perlu ditandatangani Ferdy Sambo selaku Kadiv Propam Polri. Tetapi, bisa diteken oleh pejabat tertinggi lain di bagian Divisi propam Polri.

"Kalau misalnya Pak Sambo ada. kalau semisal tidak ada Pak Sambo?" tanya jaksa.

"Pimpinan tertingginya ada KaroProvos, Karopaminal, Karowabprof," ujar Novianto.

"Kalau urgen?" timpal jaksa yang kemudian diamini saksi Novianto.

Hanya saja, saat jaksa menyinggung soal sprinlidik kasus tewasnya Brigadir J, saksi tak mengetahuinya. Bahkan saksi belum pernah melihatnya.

"Saksi tahu surat perintah penyelidikan surat perintah yang ditandatangani Hendra Kurniawan tahu tidak?" tanya jaksa.

"Tidak tahu (surat sprinlidik)" kata dia

Sebagai informasi, jaksa sempat mencecar saksi Radite Hermawan selaku Wakil Kepala Detasemen C Biro Paminal Polri mengenai mekanisme surat menyurat.

Tim jaksa merasa janggal tentang surat perintah (sprin) penanganan kasus tewasnya Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Bukan mengenai suratnya, mengenai kebiasaan jam kerja surat menyurat itu yang kami tanyakan. Saksi ini di Biro Paminal menyangkut surat menyurat, jam kerja sampai jam berapa?" tanya jaksa.

Jaksa mencecar saksi karena surat perintah diterbitkan tepat di hari tewasnya Brigadir J di rumah Dinas Ferdy Sambo di kompleks Polri, Duren Tiga pada 8 Juli.

"Karena surat tadi tanggal 8 Juli, sementara kejadian tanggal 8 Juli di BAP terdakwa HK itu dia jam 5. Jam kerja di Biro Paminal itu jam berapa terkait surat menyurat," ungkap jaksa.

"Kalau surat menyurat sesuai ketentuan jam 7 sampai jam 3," jawab Radite.

Menurut Radite, mekanisme surat menyurat sudah ada aturannya. Selain itu, operasional staf administrasi pun berakhir pada pukul 15.00 WIB.

"Kan staf berbeda dengan operasional. Staf administrasi dari jam 7 sampai jam 3," ungkapnya.

"Kalau ada surat masuk lewat jam 3 ditolak?" tanya jaksa.

"Tidak," kata Radite.

Hendra Kurniawan didakwa menghalangi penyidikan kasus tewasnya Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Dalam dakwaan Hendra Kurniawan berperan memerintahkan Agus Nurpatria untuk mengamankan CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo.

Hendra Kurniawan didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.