JAKARTA - Paus Francis pada Hari Rabu membandingkan perang di Ukraina dengan operasi Nazi yang menewaskan sekitar dua juta orang, kebanyakan Yahudi, pada tahun-tahun pertama Perang Dunia Kedua.
Berbicara kepada peziarah Polandia pada audiensi umum mingguannya, Paus mencatat bahwa Universitas Katolik Lublin, di Polandia, baru-baru ini memperingati ulang tahun Operasi Reinhard.
Itu adalah nama kode untuk operasi rahasia di bagian Polandia yang diduduki, yang oleh Jerman disebut sebagai wilayah "Pemerintahan Umum", mencakup wilayah yang sekarang berada di Ukraina.
"Semoga ingatan akan peristiwa mengerikan ini membangkitkan niat dan tindakan perdamaian pada setiap orang," katanya, secara khusus menyebutkan operasi tersebut, dengan mengatakan itu adalah salah satu "pemusnahan", melansir Reuters 7 Desember.
"Dan sejarah berulang dengan sendirinya. Kita lihat sekarang apa yang terjadi di Ukraina," sambung Paus.
Rusia menyebut invasinya ke Ukraina sebagai "operasi militer khusus" untuk "denazifikasi" negara itu, membasmi kaum nasionalis yang dianggapnya berbahaya.
Sebaliknya, Ukraina dan sekutunya menuduh Moskow melakukan perang tak beralasan untuk merebut wilayah dari tetangganya yang pro-Barat.
Sejak invasi dimulai pada Bulan Februari, Paus Fransiskus semakin keras dalam mengutuk tindakan Rusia.
Bulan lalu, dia mengatakan warga Ukraina menderita "kematian syahid agresi", membandingkan efek perang di Ukraina dengan "genosida mengerikan" tahun 1930-an, ketika pemimpin Soviet Josef Stalin menimbulkan kelaparan di negara itu.
BACA JUGA:
Paus diketahui telah beberapa kali menawarkan mediasi Vatikan untuk menyelesaikan konflik tersebut, tetapi kritiknya yang meningkat terhadap Rusia membuat hal ini sangat tidak mungkin.
Dalam sebuah wawancara bulan lalu dengan majalah Jesuit America, Paus berbicara tentang apa yang disebutnya kekejaman pasukan Rusia di Ukraina.
"Umumnya yang paling kejam mungkin mereka yang berasal dari Rusia, tapi bukan dari tradisi Rusia, seperti Chechnya, Buryati dan sebagainya. Pasti yang menginvasi adalah negara Rusia. Ini sangat jelas," sebut Paus.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyebutnya tidak bisa dipahami.