China Longgarkan Pembatasan COVID-19, Warga Lega Campur Khawatir
Ilustrasi COVID-19 di China. (Wikimedia Commons/zhizhou deng)

Bagikan:

JAKARTA - Pelonggaran lebih lanjut dari persyaratan pengujian COVID-19 dan aturan karantina di beberapa kota di China disambut dengan campuran kelegaan dan kekhawatiran pada Hari Jumat, karena ratusan juta orang menunggu perubahan yang diharapkan dalam kebijakan virus nasional setelah protes yang meluas.

Langkah-langkah yang lebih longgar disambut oleh para pekerja yang frustrasi akibat tiga tahun pengekangan yang merusak secara ekonomi.

Tetapi, telah mengejutkan orang lain yang tiba-tiba merasa lebih terpapar penyakit yang secara konsisten digambarkan oleh otoritas sebagai mematikan hingga minggu ini. Lansia, banyak di antaranya masih belum divaksinasi, merasa paling rentan.

Shi Wei, seorang penduduk Beijing yang menderita kanker limfatik, menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengasingkan diri, tetapi masih khawatir tertular COVID dan menularkannya kepada ibunya yang berusia 80 tahun, saat dia keluar untuk perawatan rumah sakit setiap tiga minggu.

"Saya hanya bisa berdoa Tuhan melindungi saya," katanya, melansir Reuters 2 Desember.

Kebijakan COVID China telah melumpuhkan segalanya mulai dari konsumsi domestik, hingga produksi pabrik dan rantai pasokan global, menimbulkan tekanan mental yang parah pada ratusan juta orang.

Kemarahan atas pengekangan terberat di dunia memicu lusinan protes di lebih dari 20 kota dalam beberapa hari terakhir, dalam sebuah pertunjukan pembangkangan sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya di China daratan, sejak Xi Jinping menjabat sebagai presiden.

Kurang dari 24 jam setelah orang-orang bentrok dengan polisi anti huru hara bersetelan hazmat putih di Guangzhou, otoritas kota itu mencabut penguncian di setidaknya tujuh distriknya.

"Akhirnya, kami perlahan bisa kembali ke kehidupan normal kami," kata Lili, yang bekerja di jaringan restoran di Guangzhou yang diizinkan buka kembali pada Hari Kamis.

Gangguan penguncian selama beberapa tahun terakhir mengakibatkan penurunan pendapatan sebesar 30 persen, katanya.

"Masyarakat tidak tahan lagi, dan semua orang berharap kami dapat membuka kembali. Pemerintah Guangzhou mungkin mendengar apa yang kami minta dan berpikir sudah waktunya," tutur Lili.

Sebelumnya, Wakil Perdana Menteri Sun Chunlan, yang mengawasi upaya penanggulangan COVID-19 mengatakan minggu ini, kemampuan virus untuk menyebabkan penyakit melemah, pesan yang selaras dengan apa yang dikatakan otoritas kesehatan di seluruh dunia selama lebih dari setahun.

Sementara otoritas pemerintah di kota-kota yang telah mencabut penguncian tidak menyebutkan protes dalam pengumuman mereka, pejabat kesehatan nasional mengatakan China akan menangani "kekhawatiran mendesak" yang diungkapkan oleh publik.

China akan mengumumkan pengurangan nasional dalam seberapa sering pengujian massal, dengan tes asam nukleat reguler akan dilakukan serta mengizinkan kasus positif dan kontak dekat untuk diisolasi di rumah dalam kondisi tertentu, sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters.

Awal tahun ini, seluruh kawasan dikurung, terkadang selama berminggu-minggu, bahkan setelah hanya satu kasus positif, dengan orang-orang yang terjebak di dalam rumah kehilangan pendapatan, memiliki akses yang buruk ke kebutuhan dasar dan berjuang untuk mengatasi isolasi.

Kendati demikian, banyak kawasan di daerah yang dianggap berisiko tinggi oleh berbagai kota, tetap dikunci dan banyak orang masih diharuskan mengikuti tes harian.