Bagikan:

JAKARTA - Berdasarkan Hasil Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi anemia meningkat dari 21,7 persen (2013) menjadi 23,7 persen (2018) dari total populasi di Indonesia. Pada 2018, 3 dari 10 remaja Indonesia menderita penyakit anemia6, dan 62,6 persen kasus anemia yang terjadi disebabkan oleh kekurangan zat besi.

Anemia atau kekurangan zat besi memiliki gejala seperti kelelahan, kekurangan energi, kulit pucat, rambut rontok, sesak napas, dan detak jantung yang tidak teratur dan seringkali disalahartikan oleh penderitanya sehingga penting untuk melakukan deteksi risiko anemia kekurangan zat besi agar tetap produktif dan mencegah terjadinya komplikasi.

Dalam rangka Hari Kekurangan Zat Besi 2022, P&G Health Indonesia melalui brand Sangobion, melanjutkan edukasi mengenai pentingnya deteksi risiko anemia kekurangan zat besi dengan meluncurkan kampanye "Jangan Cuek, Ayo Cek Gejala Kurang Darah", dan terobosan terkini, ANEMIAMETER, aplikasi digital berbasis web pertama di Indonesia untuk deteksi risiko anemia kekurangan zat besi. Kegiatan ini didukung oleh Kementerian Kesehatan RI dan Perhimpunan Hematologi & Transfusi Darah Indonesia (PHTDI).

General Manager Personal Healthcare, P&G Health Indonesia, Maithreyi Jagannathan mengatakan, P&G Health melalui brand Sangobion senantiasa berkomitmen untuk mengedukasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat Indonesia mengenai pentingnya zat besi bagi kesehatan darah, selama lebih dari 2 dekade. Di seluruh dunia, 26 November diperingati sebagai Hari Kekurangan Zat Besi.

Dan sebagai bagian dari upaya P&G Health mendukung Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan Kekurangan Zat Besi dan Anemia Kekurangan Zat Besi, pihaknya meluncurkan kampanye "Jangan Cuek, Ayo Cek Gejala Kurang Darah" dan memperkenalkan aplikasi digital berbasis web pertama di Indonesia, ANEMIAMETER, untuk deteksi risiko anemia kekurangan zat besi, melalui berbagai rangkaian kegiatan edukasi masyarakat dan praktisi kesehatan.

"Rangkaian kegiatan ini juga mendukung program pemerintah yaitu CERDIK dan GERMAS, yang menegaskan pentingnya gaya hidup sehat dan cek kesehatan untuk menuju Indonesia yang lebih sehat," ujarnya di Jakarta, Rabu 30 November.

Ketua Tim Kerja Pemberdayaan dan Penggerakan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, Dwi Adi Maryandi, SKM, MPH mengatakan, anemia masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang menjadi fokus pemerintah hingga saat ini. Di Indonesia, prevalensi anemia sebesar 48,9 persen pada ibu hamil dan 38,5 persen pada anak di bawah 5 tahun. Bahkan lebih tinggi pada remaja usia 12-18 tahun.

Anemia bisa disebabkan oleh banyak hal, dan salah satu penyebab yang paling banyak terjadi adalah akibat kekurangan zat besi. Pemerintah telah merekomendasikan beberapa upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang dilakukan dengan memberikan asupan zat besi yang cukup ke dalam tubuh untuk meningkatkan hemoglobin.

"Masyarakat juga diimbau untuk mengonsumsi makanan gizi seimbang, serta mengonsumsi TTD bagi remaja dan ibu hamil.Kementerian Kesehatan RI juga mendorong adanya gerakan aksi bergizi dalam mengupayakan konsumsi TTD menjadi bagian di sekolah terutama siswi SMP dan SMA atau sederajat," jelas Dwi.

Dwi melanjutkan, selain beberapa upaya di atas, pihaknya juga mendorong masyarakat untuk rutin melakukan pemeriksaan kesehatan.

"Terkait anemia, kami mengapresiasi inisiatif P&G Health atas komitmen terus-menerus dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya deteksi risiko gejala anemia," imbuhnya.

Sementara itu Ketua Umum Perhimpunan Hematologi & Transfusi Darah Indonesia (PHTDI), Djumhana Atmakusuma menjelaskan, kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin menurun. Salah satu jenis anemia adalah anemia kekurangan zat besi yang dapat memengaruhi siapa saja, tetapi anak-anak, orang tua, dan wanita dengan usia reproduksi yang mengalami menstruasi dan kehamilan termasuk kelompok yang paling rentan.

"Kondisi tubuh seperti hamil, pendarahan, menstruasi yang berlebihan, hemoroid, dan gastritis juga dapat menyebabkan tubuh mengalami kekurangan zat besi dan apabila tidak diatasi dapat menjadi anemia kekurangan zat besi," ujar Djumhana.

Djumhana menambahkan, kekurangan zat besi dapat membatasi pengiriman oksigen ke sel, mengakibatkan sering kelelahan, tidak produktif, dan penurunan imunitas tubuh. Maka dari itu, menjaga keseimbangan zat besi dalam tubuh sangat penting bagi kesehatan, sebagai salah satu cara untuk mengatasi kelelahan dan anemia.

"Manajemen dengan pemberian suplemen zat besi juga penting diberikan sebagai terapi simptomatik apabila diagnosis anemia kekurangan zat besi telah ditegakkan. Namun, tetap perlu untuk mencari dan mengatasi penyebab anemia itu sendiri," pungkasnya.