Jokowi Soal Penembakan 6 Laskar FPI Dinilai Normatif
Presiden Joko Widodo (Foto: Twitter @jokowi)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat bicara soal peristiwa penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) yang meninggal dunia setelah peristiwa penembakan di Jalan Tol Jakarta-Cikampek pada Senin, 7 Desember.

Setelah hampir sepekan tak memberikan komentar, Presiden Jokowi akhirnya angkat suara mengenai peristiwa yang mengakibatkan sejumlah warga sipil meninggal dunia termasuk enam laskar FPI. Menurutnya, Indonesia adalah negara hukum sehingga presiden menegaskan sudah menjadi kewajiban bagi aparat penegak hukum untuk menegakkan hukum tersebut secara adil.

"Saya tegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hukum harus dipatuhi dan ditegakkan untuk melindungi kepentingan masyarakat, melindungi kepentingan bangsa dan negara. Sudah merupakan kewajiban aparat penegak hukum untuk menegakkan hukum secara tegas dan adil. Aparat hukum dilindungi oleh hukum dalam menjalankan tugasnya," ujar Jokowi dalam keterangannya yang dikutip Minggu, 13 Desember.

Dia juga mengatakan, masyarakat tidak boleh semena-semena dan melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan sekitarnya, bahkan membahayakan bangsa dan negara. 

Selain itu, Jokowi menegaskan aparat penegak hukum tidak boleh gentar dan mundur sedikit pun dalam melakukan tugas mereka meski dalam pelaksanaannya harus mengikuti aturan hukum, melindungi hak asasi manusia, dan menggunakan kewenangannya secara wajar dan terukur. Kalaupun ada seperti dalam kasus penembakan FPI masyarakat diminta untuk mengikuti prosedur hukum yang tengah berjalan.

"Jika ada perbedaan pendapat tentang proses penegakkan hukum, saya mita agar menggunakan mekanisme hukum. Ikuti prosedur hukum, ikuti proses dan hargai keputusan pengadilan," ungkapnya.

"Jika perlu memerlukan ketelibatan lembaga independen, kita memiliki Komnas HAM di mana masyarakat bisa menyampaikan pengaduannya," imbuh Jokowi.

Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani menilai pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi adalah bentuk pernyataan normatif yang melihat aparat penegak hukum berkewajiban melakukan penegakan hukum secara tegas dan adil.

Tapi di sisi lain, pernyataan ini juga seakan memberikan dukungan kepada pihak penegak hukum dalam hal ini kepolisian terkait peristiwa penembakan enam laskar FPI beberapa waktu lalu.

"Karena tewasnya enam orang ini menjadi kontroversi maka pernyataan Pak Jokowi sekalipun normatif memberikan kesan penguatan terhadap aparat hukum yang telah melakukan proses penegakan hukum itu sendiri. Artinya, sementara ini di mata Pak Jokowi penegak hukum telah menjalankan tugasnya secara tepat," kata Ismail saat dihubungi VOI.

Meski ada kesan mendukung namun dirinya menilai, apa yang disampaikan Jokowi ini bukanlah sebagai bentuk intervensi. Respon semacam ini, sambung Ismail, hanyalah sebagai bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan karena presiden merupakan penanggungjawab tertinggi dalam proses penegakan hukum.

Lagipula, di akhir pernyataannya, Ismail juga mengatakan Presiden Jokowi sudah mempersilakan pihak yang merasa tidak puas dengan tindakan pihak kepolisian untuk melapor kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). 

Dia juga menilai, Komnas HAM akan mampu menyelesaikan serangkaian investigasi yang kini dilakukan oleh tim pencari fakta yang telah dibentuk. Ismail meyakini, tim ini nantinya akan melaporkan hasil yang kredibel seperti pengusutan fakta dalam kasus pelanggaran hak asasi lainnya yang terjadi di berbagai tempat termasuk di Papua.

Selain itu, dirinya juga mengaku telah mendorong Komnas HAM agar bisa terus bekerja dengan baik secara imparsial. Hal ini disampaikannya saat melakukan pertemuan dengan salah seorang komisioner komisi tersebut.

"Saya sempat bertemu dengan salah satu komisioner Komnas HAM dan mendorong penyelidikan Komnas HAM dapat menjadi alternative report atau shadow report dari laporan yang dibuat Polri. Imparsialitas Komnas HAM menjadi kunci dalam hal ini," tegasnya.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Chairul Anam menyebut pihaknya akan mengambil keterangan terhadap pihak PT Jasa Marga dan Polda Metro Jaya terkait peristiwa penembakan ini. Selain itu, dirinya juga menyebut rangkaian peristiwa sudah semakin mereka.

"Puzzle terangnya peristiwa semakin detail kami dapatkan. Harapannya, semakin banyak yang diperoleh, semakin cepat terang," tegasnya dalam keterangan tertulisnya. 

Sementara Komisioner Komnas HAM lainnya, Beka Ulung Hapsara melalui sebuah utas di akun Twitternya @bekahapsara mengatakan pihaknya memang sudah membuat tim untuk melakukan pemantauan dan penyidikan. 

Tim ini, sambung dia bukan hanya dibuat untuk peristiwa penembakan laskar FPI saja melainkan untuk dua peristiwa lainnya yaitu penembakan di Papua yang menewaskan Pendeta Yeremia Zambani dan pembunuhan empat orang di Sigi, Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

"Semuanya turun langsung ke lokasi atau TKP, bertemu dengan para pihak, keluarga korban dan mengumpulkan bukti," katanya.

Dia menyebut, dari dua perkara yang ada yaitu penembakan terhadap Pendeta Yeremia dan tindakan terorisme terhadap empat orang di Sigi sudah dikeluarkan rekomendasi untuk ditindaklanjuti. 

"Sementara untuk peristiwa meninggalnya enam anggota FPI sampai saat ini belum ada kesimpulan dan rekomendasi apapun karena tim pemantauan dan penyelidikan Komnas masih dalam tahap mengumpulkan keterangan dan bukti," pungkasnya.