Jualan Vaksin COVID-19: Pfizer Raup Duit Rp267 Triliun, Moderna Rp186 Triliun
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Tidak lama lagi, proses vaksinasi COVID-19 kepada masyarakat dunia akan segera dilaksanakan. Di Amerika Serikat (AS), sebagai salah satu negara adidaya, mereka mempunyai dua perusahaan farmasi besar yang memproduksi vaksin COVID-19, yakni Pfizer dan Moderna.

Vaksinasi COVID-19 adalah tonggak sejarah bagi dunia dan AS khususnya. Adapun penjualan vaksin bagi Pfizer dan Moderna juga membuat mereka meraup uang yang sangat besar mencapai miliaran dolar AS.

Mengutip CNN, Minggu 13 Desember, analis Wall Street memproyeksikan, Pfizer dan Moderna bakal mendapatkan duit senilai 32 miliar dolar AS dari penjualan vaksin. Rinciannya, Pfizer meraup 19 miliar dolar AS, sementara Moderna menangguk 13,2 miliar dolar AS.

Jika dirupiahkan dengan kurs Rp14.100 per dolar AS, Pfizer akan mendapatkan Rp267 triliun,s edangkan Moderna meraup pundi-pundi Rp186 triliun dari penjualan vaksin COVID-19. Jika ditotal, capaian hasil penjualan keduanya menembus angka Rp453 triliun.

Namun, Pfizer akan membagi hasil penjualan itu dengan BioNTech, perusahaan Jerman yang menjadi mitranya dalam mengembangkan vaksin. Di tahun 2022 dan 2023, Pfizer diperkirakan akan meraup pendapatan penjualan vaksin 9,3 miliar dolar AS atau Rp131 triliun lebih tinggi dari BioNTech.

Kini, Pfizer-BioNTech telah mengantongi izin edar BPOM AS (FDA) untuk penggunaan darurat vaksin. Moderna sendiri dikabarkan akan mengantongi izin FDA untuk vaksin Coronanya dalam waktu dekat.

Bagi Moderna, penjualan vaksin telah membuat mereka mengalami lompatan luar biasa, dari perusahaan yang hanya memiliki pendapatan 60 juta dolar AS pada tahun 2019 lalu. Saham Moderna juga telah meroket hampir 700 persen tahun ini dan Morgan Stanley memperkirakan sekitar setengah dari nilai pasar perusahaan melekat pada vaksin.

"Ini epik. Ini pencapaian bersejarah dalam pengembangan obat. Untuk menggunakan teknologi baru di perusahaan yang begitu muda dan menyiapkannya tepat pada saat pandemi terburuk dalam satu abad adalah sulit untuk dibayangkan," ujar Alan Carr, seorang analis bioteknologi di Needham.