Kasus Gagal Ginjal Akut, Bareskrim Panggil Kepala BPOM
Kepala BPOM Penny K Lukito (tengah)/DOK VIA ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim Polri melayangkan panggilan pemeriksaan terhadap Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Lukito pada hari ini. Pemeriksaan ini sebagai tindak lanjut kasus gagal ginjal akut pada anak.

"Pada hari Jumat tanggal 18 November 2022 tim penyidik Bareskrim Polri mengirimkan surat pemanggilan kepada Kepala BPOM RI pada hari Senin 21 November 2022," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Senin, 21 November.

Tapi tak dirinci lebih jauh mengenai materi yang akan didalami dari Penny Lukito. Brigjen Ramadhan hanya menyebut Kepala BPOM akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.

Penyidik diduga akan mencari informasi dari sisi pengawasan. Sebab pihak Bareskrim sebelumnya menyatakan akan mulai mengusut dugaan kelalaian pengawasan.

"Diambil keterangannya sebagai saksi," kata Ramadhan.

Dalam kasus gagal ginjal akut pada anak, Bareskrim Polri menetapkan CV Samudera Chemical dan PT Afi Farma sebagai sebagai tersangka. Dua perusahaan farmasi itu dianggap melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar, baik dari sisi keamanan hingga kemanfaatan.

PT Afi Farma dipersangkakan dengan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor  8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.

Sementara untuk CV Samudera Chemical disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.