Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya menyampaikan, berdasarkan pemantauan dari pihaknya, ditemukan tiga modus yang paling dominan digunakan oleh para koruptor dalam kasus tindak pidana korupsi di Indonesia pada semester I tahun 2022.

“Selama semester I tahun 2022, modus yang paling dominan digunakan oleh pelaku tindak pidana korupsi adalah penyalahgunaan anggaran. Kemudian, modus lainnya adalah mark up (penggelembungan harga) dan pengadaan kegiatan atau proyek fiktif,” ujar Diky saat menjadi pemapar dalam Peluncuran Tren Penindakan Korupsi Semester I Tahun 2022, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube Sahabat ICW dikutip Antara, Minggu 20 November.

Lebih lanjut, ia menyampaikan dari 252 kasus yang ditangani oleh aparat penegak hukum selama semester I tahun 2022 itu, modus penyalahgunaan anggaran merupakan modus yang digunakan oleh para koruptor dalam 147 kasus.

Sementara itu, modus penggelembungan harga ditemukan dalam 30 kasus dan pengadaan kegiatan atau proyek fiktif dalam 20 kasus.

Menurut Diky, ketiga modus tersebut sering kali ditemukan dalam kasus korupsi yang terkait dengan pengadaan barang/jasa serta pengelolaan anggaran pemerintah.

“Sebetulnya, ketiga modus tersebut sering kali ditemukan dalam kasus korupsi pengadaan barang/jasa serta pengelolaan anggaran pemerintah dan hal ini terkonfirmasi sebab dari 252 kasus yang berhasil diusut aparat penegak hukum, sekitar 53 persen atau 134 kasus berdimensi pengadaan barang/jasa,” ujar dia.

Dalam kesempatan yang sama, Diky pun menyampaikan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, tindak pidana korupsi selama semester I tahun 2022 berdasarkan pantauan ICW pada 1 Januari-30 Juni 2022 paling banyak terjadi di sektor desa dengan total kasus berjumlah 62.

“Di semester I tahun 2022, tercatat 62 kasus korupsi dengan potensi kerugian keuangan negara Rp289 miliar,” ucapnya.

Ia pun mengatakan tren korupsi di sektor desa itu semakin meningkat sejak Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan.