JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai anggota DPR Fadli Zon bisa menjadi inisiator pembentukan panitia khusus (pansus) di parlemen. Panitia ini, nantinya bisa bekerja mencari kebenaran terkait kasus penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) beberapa waktu lalu
Hal ini disampaikan Usman Hamid menanggapi desakan Fadli terhadap pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) terkait kasus yang terjadi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
"Jadi Pak Fadli bisa menginisiasi pembentukan Panitia Khusus DPR untuk mendorong penyelesaian kasus (penembakan, red) itu dan kasus pelanggaran HAM lainnya sambil menunggu presiden," kata Usman saat dihubungi VOI, Jumat, 11 Desember.
Sementara terkait TGPF yang didesak Fadli, Usman Hamid mengatakan usulan itu seharusnya bisa direalisasikan. Karena, pembentukan tim penyelidikan atau pencari fakta terhadap satu kasus tidak ada batasannya.
Usman lantas berbicara soal pengalaman di tahun 1998 di mana Komnas HAM sudah lebih dulu membentuk tim penyelidik untuk mengusut pelanggaran HAM di Nangroe Aceh Darussalam.
"Kemudian, pada tahun itu juga, Presiden Habibie membentuk Komisi Independen Penyelidik Tindak Kekerasan dan Pelanggaran. DPR ketika itu juga membentuk Panitia Khusus DPR untuk menyelidiki pelanggaran HAM di Aceh," jelasnya.
"Sehingga pengalaman itu memberikan dua pembelajaran. Pertama, Presiden perlu membentuk tim pencari fakta atau komisi independen seperti yang dibentuk Habibie pada 1998. Kedua, DPR juga perlu membentuk panitia khusus seperti yang dilakukan pada 1998," imbuhnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, politikus Partai Gerindra Fadli Zon meminta pemerintah membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut kasus penembakan terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Jalan Tol Jakarta-Cikampek pada Senin, 7 Desember lalu.
Permintaan Fadli Zon ini disampaikannya pada Kamis, 10 Desember kemarin melalui akun Twitternya @fadlizon. Dalam sebuah utas, anggota DPR ini meminta agar Jokowi membentuk TGPF guna mengusut kasus ini.
"Presiden harus membentuk TGPF dan memerintahkan pemeriksaan polisi yang terlibat penembakan di Karawang," kata Fadli lewat akun Twitternya yang bercentang biru tersebut.
Ada empat alasan mengapa dirinya meminta agar tim ini dibentuk. Pertama tim ini dibentuk agar pengusutan kasus ini bisa lebih independen karena polisi saat ini menjadi pihak yang berperkara.
Kedua, langkah ini harus diambil karena tingkat kepercayaan terhadap polisi sangat rendah bahkan cenderung tak dipercaya.
Ketiga, extra judicial killing terhadap warga sipil seperti enam orang laskar tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran HAM berat. Sehingga perlu pengusutan dengan upaya ekstra.
"Tindakan seperti itu (penembakan, red) dilarang, baik oleh hukum HAM internasional maupun oleh peraturan perundang-undangan di negeri kita," tegasnya.
Dia juga menilai langkah yang diambil oleh kepolisian ini tidak tepat. Sebab, polisi harusnya memprosesnya dengan ketentuan pidana yang berlaku. Hanya saja, hal ini tidak bisa dilakukan, karena proses extra judicial killing membuat enam orang yang diduga melanggar hukum tidak bisa diadili sesuai dengan tuduhan polisi.
"Dan rakyat melihat mereka tak sedang berperkara dengan polisi," katanya.
Alasan terakhir, Fadli mengatakan, TGPF harus dibentuk karena banyak keganjilan dalam kasus tersebut dan sulit diterima.
"Misalnya, disebutkan ada aksi tembak menembak tapi di mana tempat kejadian perkaranya? Mana bukti serangan terhadap aparat kepolisiannya? Bagaimana satu mobil anggota FPI bisa menyatroni tiga buah mobil yang ditunggangi aparat," tanyanya.
"Sehingga saya meminta kepada presiden segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta untuk mengusut masalah ini. Selain itu, semua aparat kepolisian yang terlibat dalam peristiwa penembakan harus diperiksa dan diselidiki agar diketahui siapa pimpinan yang bertanggung jawab atas tindakan sewenang-wenang semacam itu," imbuhnya.