Bagikan:

JAKARTA - Direktur Ritel dan Syariah Bank DKI Babay Parid Wazdi mengungkapkan pihaknya mampu mempertahankan rasio kecukupan modal yang tergolong tinggi.

Dalam kondisi ini, Babay menyebut bank pembangunan daerah milik Pemprov DKI ini berhasil menerima pengargaan sebagai The Strongest Big Regional Bank by Capital.

"Melalui kecukupan modal tersebut, Bank DKI dapat menyalurkan kredit namun dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian," kata Babay dalam keterangannya, Jumat, 11 November.

Selain itu, Babay menyebut rasio pengungkit Bank DKI juga dinilai yang paling sehat jika dibandingkan dengan peers yang dapat digunakan untuk mendukung strategi ekspansi perseroan.

Seiring dengan adaptasi yang terjadi selama pandemi COVID-19, lanjut Babay, Bank DKI tetap mampu menorehkan kinerja melalui perbandingan dengan BPD lain didasari pada tujuh indikator rasio keuangan yakni CAR (capital adequacy ratio), ROA (return on assets), ROE (Return on Equity), LDR (loan deposits ratio), BOPO (belanja operasional terhadap pendapatan operasional), net interest margin (NIM) serta giro wajib minimum (GWM).

Babay mengatakan, dalam menghadapi tahun 2023, Bank DKI telah menyiapkan strategi transformasi di beberapa lini, yakni transformasi bisnis, transformasi IT, dan transformasi sumber daya manusia.

"Kita melakukan transformasi digital landing, sekarang menyalurkan kredit multiguna dan kredit micro bisa di lakukan secara online. Di bidang SDM kita bahkan membentuk learning center untuk menggodok SDM Bank DKI. Bahkan kita ingin SDM kita menjadi resources untuk DKI dan nasional," urai Babay.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Bank DKI Arie Rinaldi menuturkan, sampai dengan kuartal III-2022, Bank DKI membukukan pertumbuhan Laba bersih sebesar 28,83 persen (YoY), dari semula sebesar Rp564 miliar pada September 2021, menjadi sebesar Rp726 miliar pada September 2022.

Selain itu, Bank DKI juga mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 26,82 persen (YoY), dari sebelumnya Rp36,9 triliun di September 2021 menjadi Rp46,7 triliun pada September 2022.

"Pertumbuhan kredit tersebut diikuti dengan perbaikan kualitas aset yang ditandai dengan penurunan rasio non-performing loan (NPL) gross dari semula 2,93 persen pada September 2021, menjadi 1,81 persen pada September 2022 dengan loan at risk (LAR) 13,68 persen yang sebelumnya 17,32 persen di periode sama tahun lalu," jelas Arie.