Seruan Penghapusan Pangkalan Militer Asing Muncul di Forum Bandung-Belgrade-Havana
Sekjen PDIP dan para peserta di Surabaya (Foto: DOK PDIP-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Suara agar dilakukan pembaruan struktur dunia yang tidak adil, bergema di ajang “Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective”, sebuah kegiatan napak tilas Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 dan Gerakan Non Blok (GNB). Termasuk sejumlah saran untuk puncak G20 di Bali beberapa waktu mendatang.

Prof. Pedro Nel Páez Pérez, mantan Menko Perekonomian asal Ekuador yang turut menjadi peserta kegiatan itu mengatakan, sangat penting menyelematkan dunia dari bahaya. 

“Kita perlu membangun keseimbangan dunia yang baru berdasarkan situasi multipolar. Memberikan pembiayaan bagi tipe pembangunan yang baru untuk membangun perdamaian,” kata Pedro di Surabaya lewat pesan elektronik yang diterima di Jakarta, Jumat, 11 November. 

“G20 yang akan diselenggarakan di Indonesia sebaiknya meneruskan semangat Dasasila Bandung dan Soekarno,” tegasnya.

Mengenai Soekarno ini, peserta lainnya asal Brasil Beatriz Bissio bicara khusus. Menurutnya, Soekarno adalah sosok yang memberi inspirasi yang kuat bagi negara-negara di Amerika Latin. 

“Soekarno adalah sosok inspirasi yang kuat bagi kami di Anerika Latin yang sedang memperjuangkan dunia baru. Dunia dengan solidaritas dan keadilan sosial. Pancasila dan Soekarno sangat dekat di hati kami, dan inspirasi yang kami dapat disini akan memberikan tenaga baru untuk perjuangan kami. Konferensi ini menjadi titik balik dan periode baru untuk perjuangan kami mencapai dunia baru,” kata Beatriz Bissio.

Kembali ke Pedro, dia menekankan perlunya membangun sistem finansial baru yang menghindarkan negara dari jebakan utang. Misalnya, G20 bisa mengeluarkan mekanisme dukungan pendanaan untuk negara demi menjaga balance of payment. Hal ini diperlukan kepada negara yang rawan terhadap krisis pangan dan energi.

“Kita harus menghindari kemungkinan tekanan ekonomi dengan cara program penyesuaian,” imbuhnya.

Menurutnya, Indonesia dan negara Asia Tenggara, sangat paham bagaimana manipulasi lewat jalur keuangan terjadi terhadap mereka. “Dan kini semangat Dasa Sila Bandung menyiratkan pembangunan kedaulatan model baru, desain keuangan yang baru, baik di tingkat dunia serta regional,” tandas Paez.

Akademisi asal Indonesia, Connie Rahakundini, mengatakan solidaritas Asia, Afrika, Gerakan Non Blok, Russia, dan Latin, perlu diperkuat. Sebab solidaritas inilah yang akan menghadapi kekuatan superpower dunia yang dilatarbelakangi kapitalisme yang hegemonik serta unipolarisme.

Connie menilai perlunya penghapusan pangkalan militer di tiga kontinen serta penghapusan pakta militer.

“Penting untuk mewujudkan impian Soekarno tahun 1965, yang tertuang dalam Dasa Sila Bandung bahwa pakta-pakta pertahanan di muka bumi harus dihapuskan. Dengan bagaimana pun caranya kita harus mengarah ke sana,” kata Connie.

Connie juga mengatakan saat ini ancaman nuklir tak seberapa bahayanya dibanding bahaya bom nuklir. Yakni dalam bentuk propaganda palsu menggunakan teknologi komunikasi dan kekuatan cyber maupun air space. 

Connie mengatakan semangat GNB harus menjadi dasar bagi merja sama diantara negara-negara anggotanya. Perencanaan ekonomi harus dibangun bersama untuk memprioritaskan kepentingan negara GNB, demi meminimalkan hubungan ekonomi dengan negara Barat.

“Pembangunan bangsa-bangsa Gerakan Non Blok harus difokuskan pada pencapaian kesetaraan dan keadilan sosial, demi keadilan,” tegas Connie.

Doktor Ilmu Pertahanan yang juga Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Dr. Hasto Kristiyanto, mengatakan selama kapitalisme bekerja dalam sistem internasional, maka akan terus terjadi kekacauan. Maka sangat diperlukan penggalian kembali konstruksi tata dunia baru yang bebas dari penjajahan, kolonialisme, dan imperialisme.

“Tata dunia baru yang menunjukkan suatu kerjasama dan keberpihakan pada kesetaraan global. Berpihak pada keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal,” tegas Hasto.

Acara Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective merupakan napak tilas KAA 1955. Pembukaan dilakukan di Jakarta pada beberapa hari lalu. Setelahnya, peserta berangkat di Bandung, bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad), membahas langkah-langkah berbasis semangat Konferensi Asia Afrika 1955. Setelah itu rombongan ke Blutar dan Surabaya, serta selanjutnya akan ke Bali.

Para peneliti yang diajak dalam program ini antara lain ialah Annamaria Artner (Hungaria), Connie Rahakundini Bakrie (Indonesia), Isaac Bazie (Burkina Faso/Canada), Beatriz Bissio (Brasil/Uruguay), Marzia Casolari (Italia), Gracjan Cimek (Poland), Bruno Drweski (Prancis/Polandia), Hilman Farid (Indonesia), Darwis Khudori (Indonesia/Prancis), Seema Mehra Parihar (India), Jean-Jacques Ngor Sene (Senegal/USA), Istvan Tarrosy (Hungaria), Rityusha Mani Tiwary (India), Nisar Ul Haq (India).