Bagikan:

RIAU - Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Riau, Herman mengatakan sebanyak 88 ekor kerbau di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), yang terjangkit penyakit ngorok cukup parah terpaksa dipotong karena kemungkinan tidak bisa diobati lagi.

"Daripada kerbau tersebut mati dan tidak bisa dimanfaatkan, peternak kemudian melakukan potong paksa terhadap ternaknya," kata Herman dalam keterangannya di Pekanbaru, Antara, Minggu, 6 November. 

Meskipun dipotong paksa namun daging kerbau tersebut tetap aman dikonsumsi karena berdasarkan penelitian, penyakit tersebut tidak berbahaya bagi manusia.

Pemotongan sapi terjangkit ngorok itu dilakukan, katanya, terkait masyarakat di Kabupaten Rohul resah dengan menemukan ternak kerbau mereka mati mendadak.

"Sebelumnya ada 400 lebih ternak kerbau milik warga tersebut mati diduga karena terserang penyakit ngorok atau Sepricaemia Epizootica (SE). Laporan hewan ternak mati dari Rokan Hulu dan penyebabnya sama dengan yang di Kabupaten Kampar terjangkit SE atau sapi ngorok," katanya.

Ia mengatakan upaya pencegahan untuk penyakit SE ini yakni dilakukan dengan memberikan vaksin. Namun, fakta di lapangan saat ini masih banyak peternak yang tidak sedia hewan ternaknya untuk di vaksin, dengan alasan sebelumnya tidak ditemukan kasus ngorok yang tinggi seperti saat ini.

"Namun kini kasus kematian ternak kerbau akibat penyakit ngorok sudah cukup tinggi hingga mencapai 90 persen, sehingga peternak diimbau kembali harus bersedia melakukan vaksin ternak mereka," katanya.

Sementara itu Dinas PKH Riau pada Kamis (3/11) telah menurunkan Tim untuk melakukan observasi langsung ke padang rumput luas/jalangan kerbau guna mengecek langsung kasus kematian disebabkan penyakit sapi ngorok itu.

Penyakit ngorok pada kerbau sudah menyerang ruminansia di Indonesia sejak tahun 1884. Penyakit ini bersifat endemik untuk daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara. Angka kematian akibat penyakit ini biasanya mencapai 50-100 persen.

Penyakit ini dapat juga menyerang ternak lain seperti unta, kambing, domba, babi, dan kuda. Gejala yang timbul pada stadium akhir yaitu adanya suara ngorok (mendengkur). Penyakit ini akan menimbulkan kerugian besar akibat kematian, penurunan berat badan, dan penjualan ternak dengan harga murah.

Hewan yang sehat dapat tertular oleh SE dengan cara kontak melalui makanan, minuman, dan alat yang tercemar bakteri Pasteurella multocida. Lingkungan terpapar bakteri Pasteurella multocida karena tercemar oleh ludah dan kotoran hewan yang terinfeksi.