Bagikan:

DENPASAR - Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bali menyerahkan tersangka KNS beserta barang bukti kasus tindak pidana perpajakan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja.

Penyerahan itudilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap pada tanggal 28 September 2022.

Kepala Kanwil DJP Bali Anggrah Warsono mengatakan tersangka KNS merupakan seorang notaris yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Singaraja, Buleleng.

"Dan diduga kuat telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berupa dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi untuk tahun pajak Januari 2013, 2014, 2015, dan 2016," kata dia, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 4 November.

Dalam kasus ini, kerugian pendapatan negara sebesar Rp728 juta.

"Kami telah melakukan penyitaan aset milik tersangka KNS berupa satu bidang tanah yang terletak di Desa Panji Anom, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali seluas 1.000 m2 beserta sertifikat hak milik atas tanah tersebut. Penyitaan ini dilakukan dalam rangka pemulihan kerugian pada pendapatan negara yang timbul sebagai akibat tindak pidana perpajakan yang dilakukan KNS," imbuhnya.

Penyitaan dilakukan tim penyidik DJP Bali dengan didampingi Polda Bali pada tanggal 14 Juli 2022 berdasarkan surat izin penetapan dari Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 124/Pen.Pid/2022/PN Sgr, tanggal 28 Juni 2022.

Dalam melakukan penanganan perkara pidana pajak, DJP Bali selalu mengedepankan asas ultimum remedium. Sebelumnya, DJP Bali melalui KPP Pratama Singaraja  menyampaikan imbauan terhadap tersangka KNS terkait pelaporan kewajiban perpajakannya.

Selama proses pemeriksaan bukti permulaan atau penyelidikan, KNS juga telah diberikan hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8, Ayat (3) UU KUP jo Undang-undang HPP.  Namun sampai dengan dilakukan proses penyidikan serta pelaksanaan penyerahan tersangka dan barang bukti atau P-22, KNS diketahui tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.

"Dengan adanya proses penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek gentar atau deterrent effect terhadap wajib pajak lainnya, agar senantiasa melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya.