Bagikan:

PAPUA - Epidemiolog dari Kementerian Kesehatan mendata kepadatan populasi tikus di kawasan permukiman Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, untuk memetakan faktor risiko penularan leptospirosis, penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang dapat menyebar melalui urine tikus.

Menurut Epidemolog Ahli Madya Kementerian Kesehatan Yahiddin Selian kepadatan populasi tikus di kawasan permukiman Kabupaten Manokwari sampai 30 persen berdasarkan hasil surveilans sentinel dari 31 Oktober sampai 2 November 2022. 

"Pada kurun waktu itu kami memasang 150 perangkap tikus di tiga kelurahan di Manokwari dan hasilnya, 48 perangkap tikus itu ada isinya," kata Yahiddin di Manokwari, Antara, Rabu, 2 November. 

Menurut dia, angka kepadatan populasi tikus di wilayah Kabupaten Manokwari jauh melampaui standar baku mutu yang hanya satu persen. Pemetaan faktor risiko penularan leptospirosis merupakan bagian dari upaya pencegahan penularan penyakit.

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira, yang bisa menular melalui air seni tikus.

Penyakit yang ditandai dengan gejala seperti demam mendadak, sakit kepala, lemah, mata merah, warna kekuningan pada kulit, dan nyeri otot betis itu termasuk penyakit penyerta banjir.

Yahiddin mengatakan bahwa jika sampai masuk ke dalam tubuh manusia, bakteri penyebab penyakit leptospirosis dapat merusak ginjal. Tingkat kematian akibat penyakit tersebut, menurut dia, sampai 20 persen.

"Pekan lalu di Semarang, Jawa Tengah, kami mencatat ada enam kasus kematian karena leptospirosis, karena terlambat mendapat penanganan," katanya.

Penularan bakteri penyebab leptospirosis bisa dicegah dengan memakai sarung tangan dan sepatu bot saat membersihkan rumah atau selokan serta mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir setelah selesai beraktivitas.

Orang yang mengalami gejala serupa gejala leptospirosis dianjurkan segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan supaya bisa mendapat penanganan sedini mungkin dari para petugas kesehatan.