Khawatir Pasukan Komando Afghanistan Direkrut Rusia, Pensiunan CIA: Terampil dan Ganas, Saya Tidak Ingin Bertemu Mereka di Medan Perang
Pasukan Komando Afghanistan. (Wikimedia Commons/NATO Training Mission-Afghanistan)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan pejabat badan intelijen Amerika Serikat di Afghanistan khawatir dengan rencana Rusia, untuk merekrut pasukan komando Afghanistan yang dilatih Washington, untuk bergabung dalam perang Ukraina, mengakui kemampuan dan keterampilan pasukan tersebut, sehingga tidak ingin menghadapinya di medan perang.

Diperkirakan 20.000 hingga 30.000 pasukan khusus Afghanistan bertempur dengan Amerika Serikat selama perang dua dekade, dan hanya beberapa ratus perwira senior yang diterbangkan keluar negara itu, ketika militer AS mundur dari Afghanistan.

"Kami tidak mengeluarkan orang-orang ini seperti yang kami janjikan, dan sekarang mereka pulang untuk berperang," kata Michael Mulroy, pensiunan perwira CIA yang bertugas di Afghanistan, seperti dikutip dari Arab News dari The Associated Press 2 November.

Lebih jauh Mulroy mengatakan, pasukan komando Afghanistan adalah pejuang yang sangat terampil dan ganas.

"Saya tidak ingin bertemu mereka di medan perang mana pun, terus terang, tetapi tentu saja tidak melawan Ukraina," ungkapnya mengenai kekhawatiran menghadapi pasukan komando Afghanistan.

ilustrasi pasukan komando afghanistan
Pasukan Komando Afghanistan. (Wikimedia Commons/NATO Training Mission-Afghanistan)

Kendati demikian, Mulroy skeptis Rusia akan mampu membujuk banyak pasukan komando Afghanistan untuk bergabung, karena ia tahu mereka lebih ingin membuat demokrasi di negara sendiri dibanding menjadi senjata untuk disewa.

Diberitakan sebelumnya, Rusia ingin menarik ribuan mantan pasukan komando elite Afghanistan ke dalam "legiun asing".

Mereka ditawari gaji 1.500 dolar AS atau sekitar Rp23.456.925 per bulan, hingga janji tempat berlindung yang aman untuk diri mereka sendiri dan keluarga, sehingga terhindar dari deportasi pulang ke apa yang diasumsikan banyak orang akan menjadi kematian di tangan Taliban.

"Mereka tidak ingin pergi berperang, tetapi mereka tidak punya pilihan," kata salah satu jenderal Afghanistan Abdul Raof Arghandiwal, menambahkan bahwa selusin atau lebih pasukan komando di Iran telah mengirim pesan paling takut akan deportasi.

"Mereka bertanya kepada saya, ‘Beri saya solusi. Apa yang harus kita lakukan? Jika kami kembali ke Afghanistan, Taliban akan membunuh kami,'" ungkapnya.

pasukan komando afghanistan
Pasukan Komando Afghanistan saat mengikuti latihan dengan pasukan Barat. (Wikimedia Commons/USASOC News Service)

Veteran AS yang bertempur dengan pasukan khusus Afghanistan telah menjelaskan kepada AP hampir selusin kasus, tidak ada yang dikonfirmasi secara independen, tentang Taliban pergi dari rumah ke rumah mencari pasukan komando yang masih ada di negara itu, menyiksa atau membunuh mereka, atau melakukan hal yang sama kepada anggota keluarga jika mereka tidak dapat ditemukan.

Sementara, Human Rights Watch mengatakan lebih dari 100 mantan tentara Afghanistan, petugas intelijen dan polisi tewas atau secara paksa 'menghilang', hanya tiga bulan setelah Taliban mengambil alih meskipun ada janji amnesti pada Agustus 2021 lalu.

PBB dalam sebuah laporan pada pertengahan Oktober mendokumentasikan 160 pembunuhan di luar proses hukum dan 178 penangkapan terhadap mantan pejabat pemerintah dan militer.

Sebuah laporan kongres GOP pada bulan Agustus secara khusus memperingatkan, bahaya pasukan komando Afghanistan yang dilatih oleh US Navy SEAL dan Army Green Baret, dapat memberikan informasi tentang taktik AS kepada kelompok ISIS, Iran atau Rusia, atau berjuang untuk mereka.

Terpisah, Kementerian Pertahanan Rusia tidak menanggapi permintaan komentar. Seorang juru bicara Yevgeny Prigozhin, yang baru-baru ini mengakui sebagai pendiri Grup Wagner, menolak gagasan upaya berkelanjutan untuk merekrut mantan tentara Afghanistan sebagai "omong kosong gila."

Departemen Pertahanan AS juga tidak menjawab permintaan komentar, tetapi seorang pejabat senior menilai perekrutan itu tidak mengejutkan, mengingat Wagner telah mencoba untuk mendaftarkan tentara di beberapa negara lain.