Bagikan:

JAKARTA - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta memaparkan 14 kecamatan yang rawan terjadi longsor atau mengalami gerakan tanah per bulan Oktober 2022. Data ini didapatkan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM.

Kawasan ini tersebar di Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur. Di antaranya adalah Kecamatan Kembangan, Pancoran, Cipayung, Ciracas, dan Makasar dengan potensi gerakan tanah pada level menengah.

Kemudian, Kecamatan Cilandak, Jagakarsa, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, Pasar Minggu, Pesanggrahan, Kramat Jati, dan Pasar Rebo dengan potensi gerakan tanah pada level menengah-tinggi.

Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji menjelaskan, pada wilayah dengan potensi gerakan tanah menengah dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan, atau lereng yang mengalami gangguan.

"Potensi gerakan tanah tinggi dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali," tutur Isnawa dalam keterangannya, Rabu, 2 November.

Isnawa menjelaskan, mayoritas kejadian tanah longsor terjadi karena intensitas curah hujan yang tinggi pada lokasi yang berada di sekitar kali atau sungai.

Sementara itu, sepanjang tahun 2017 hingga 2021 terdapat total sebanyak 57 kejadian tanah longsor yang tersebar di berbagai lokasi di Jakarta.

"Paling banyak terjadi di wilayah Jakarta Selatan dengan 34 kejadian dan Jakarta Timur dengan 21 kejadian. Adapun untuk detail wilayah kelurahan yang paling banyak terjadi yakni di Srengseng Sawah dengan 6 kejadian dan Ciganjur dengan 4 kejadian," jelas Isnawa.

Ciri-ciri tanah longsor di antaranya adanya lapisan tanah/batuan yang miring ke arah luar, retakan tanah yang membentuk tapal kuda, rembesan air pada lereng, serta pohon dengan batang yang terlihat melengkung dan perubahan kemiringan lahan yang sebelumnya landai menjadi curam.

Isnawa mengimbau masyarakat, terutama yang berada di sekitar kawasan kali/sungai untuk tidak membangun rumah di atas/bawah/bibir tebing, tidak mendirikan bangunan di sekitar sungai, tidak menebang pohon di sekitar lereng, dan menghindari untuk pembuatan kolam atau sawah di atas lereng.

"BPBD DKI juga mendorong agar para stakeholders terkait untuk dapat menyusun strategi mitigasi secara struktural untuk mengurangi risiko bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu di masyarakat," imbuhnya.