ICW Soal <i>Restorative Justice</i> Kasus Korupsi: Pelaku Makin Untung, Korban Tak Dapat Keadilan
Ilustrasi kasus dugaan korupsi. (dok KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan restorative justice tak bisa bisa diterapkan dalam penanganan kasus korupsi. Penerapan ini dianggap akan makin menguntungkan koruptor.

"Dengan menggunakan UU Tipikor yang di dalamnya memuat pemidanaan penjara saja hukumannya masih rendah, apalagi ditambah mekanisme restorative justice," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Selasa, 1 November.

Kurnia lantas memerinci hasil kajian ICW yang memperlihatkan tren hukuman bagi koruptor. Menurutnya, hukuman rata-rata di persidangan hanya 3 tahun 5 bulan penjara.

Sehingga, penerapan restorative justice tersebut dianggap akan merugikan masyarakat. "Tentu pelaku akan semakin diuntungkan dan masyarakat sebagai korban tak kunjung mendapat keadilan," tegasnya.

Daripada menerapkan hal yang belum pasti, Kurnia menilai KPK sebaiknya mengusulkan perbaikan UU Tipikor. Selain itu, pernyataan untuk melakukan kajian restorative justice harusnya tak perlu disampaikan.

Apalagi, sejak awal KPK menolak langkah Jaksa Agung tentang konsep restorative justice korupsi Rp 50 juta. "Namun, saat ini malah mengatakan sebaliknya dengan berdalih sedang mengkaji konsep tersebut," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK berupaya melakukan kajian terhadap penerapan restorative justice untuk mengusut dugaan korupsi. Pengkajian dilakukan demi mendapatkan formula yang tepat dalam memberantas rasuah.

"Sampai saat ini kami masih melakukan kajian tentang penerapan restorative justice pada tindak pidana korupsi. Ini adalah proses pencarian bentuk bagaimana agar proses hukum itu benar-benar menyelesaikan masalah bangsa ini dari tindak pidana korupsi," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 28 Oktober.

Adapun yang dimaksud restorative justice adalah konsep penyelesaian tindak pidana secara damai, bertoleransi pada korban, mencari solusi bukan mencari benar atau salah, rekonsiliasi, restitusi, tidak ada pemidanaan, bersifat memperbaiki hubungan dan memotong dendam, melibatkan mediator profesional dan mediasi.

Kembali ke Ghufron, dia menyebut kajian ini harus dilakukan agar KPK punya formula terbaik dalam memberantas korupsi demi menciptakan keadilan. Namun, Ghufron mengingatkan kasus korupsi berbeda berbeda dengan kejahatan lainnya.

Penyebabnya, korupsi biasanya dilakukan oleh banyak pihak dan menimbulkan banuak kerugian. Lagipula, komisi antirasuah saat ini mengedepankan proses peradilan yang bersifat pemeriksaan.