Ingatkan KPK <i>Restorative Justice</i> Tak Bisa Diterapkan di Kasus Korupsi, MAKI: Pengembalian Uang Tak Hapus Pidana
DOK VOI

Bagikan:

JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mengingatkan restorative justice tak bisa diterapkan pada tindak pidana korupsi. Sesuai Pasal 4 UU Tipikor, pengembalian kerugian negara tak bisa menghapus kesalahan yang dibuat koruptor.

"Tetap harus dipidana meskipun sudah mengembalikan uangnya," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin, 31 Oktober.

Boyamin mengatakan korupsi bisa terjadi saat penyelenggara negara menyalahgunakan wewenangnya secara sengaja. Sehingga, proses pemidanaan harus tetap dilaksanakan.

MAKI menilai penerapan restorative justice dalam tindak pidana korupsi tak bisa sembarangan dicoba. Menurut Boyamin, korupsi adalah tindak pidana luar biasa seperti narkoba dan terorisme yang harus diselesaikan dengan hukuman maksimal.

"Jadi tidak ada ini restorative justice dianggap percobaan, hanya coba-coba, terus kalau ketahuan dikembalikan," tegasnya.

"Karena dalam teori (percobaan, red) korupsi sudah sama dengan korupsi. Ini perbuatan berkaitan dengan keuangan negara, kaitannya extraordinary crime, itu percobaan teroris sudah dianggap teroris, percobaan narkoba sudah narkoba, percobaan korupsi ya korupsi," sambung Boyamin.

Diberitakan sebelumnya, KPK berupaya melakukan kajian terhadap penerapan restorative justice untuk mengusut dugaan korupsi. Pengkajian dilakukan demi mendapatkan formula yang tepat dalam memberantas rasuah.

"Sampai saat ini kami masih melakukan kajian tentang penerapan restorative justice pada tindak pidana korupsi. Ini adalah proses pencarian bentuk bagaimana agar proses hukum itu benar-benar menyelesaikan masalah bangsa ini dari tindak pidana korupsi," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 28 Oktober.

Adapun yang dimaksud restorative justice adalah konsep penyelesaian tindak pidana secara damai, bertoleransi pada korban, mencari solusi bukan mencari benar atau salah, rekonsiliasi, restitusi, tidak ada pemidanaan, bersifat memperbaiki hubungan dan memotong dendam, melibatkan mediator profesional dan mediasi.

Kembali ke Ghufron, dia menyebut kajian ini harus dilakukan agar KPK punya formula terbaik dalam memberantas korupsi demi menciptakan keadilan. Namun, Ghufron mengingatkan kasus korupsi berbeda berbeda dengan kejahatan lainnya.

Penyebabnya, korupsi biasanya dilakukan oleh banyak pihak dan menimbulkan banuak kerugian. Lagipula, KPK saat ini mengedepankan proses peradilan yang bersifat pemeriksaan.