Kemenkes Sebut Zat Penawar Digunakan untuk Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Akut di Indonesia
Ilustrasi laboratorium Kemenkes untuk penelitian ilmiah. (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril mengatakan penelitian terhadap penyebab gangguan ginjal akut di Indonesia masih terus dikembangkan.

"Saat ini kami sedang melakukan penelitian untuk mengetahui apa sih sebetulnya yang menyebabkan gangguan ginjal akut ini. Diduga penyebab gagal ginjal itu salah satunya keracunan, bisa dari makanan, minuman, dan obat-obatan," kata Syahril di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa 1 November.

Ia mengatakan, Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih mengembangkan sejumlah kemungkinan lain penyebab gangguan ginjal akut.

"Kandungan obat sirop harus betul-betul diteliti untuk mengetahui mana yang bisa menyebabkan keracunan pada ginjal. Setelah hasil penelitian keluar, BPOM punya tanggung jawab untuk mengevaluasi," tuturnya.

Di sisi lain, pemerintah sudah menjalankan beberapa kebijakan untuk mencegah penambahan korban gangguan ginjal akut.

Dia mengatakan, pemerintah sudah menghentikan sementara penggunaan obat sirop untuk anak sebagai langkah cepat untuk mencegah kasus baru.

Syahril menambahkan, jenis obat yang digunakan untuk menyembuhkan keracunan salah satunya antidotum juga diberikan bagi pasien yang menjalani pengobatan gagal ginjal akut.

"Untuk yang sudah sakit, kami melakukan tindakan salah satunya dengan hemodialisa dan pemberian antidotum, zat penawar," ujarnya.

Dia mengatakan, 10 dari 11 pasien gangguan ginjal akut yang dirawat di RSCM semakin membaik setelah diberi Antidotum Fomepizole. Pemberian Fomepizole sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO).

Data menunjukkan pemberian Fomepizole pada pasien gangguan ginjal akut yang diduga disebabkan oleh intoksikasi memiliki efektivitas hingga di atas 90 persen.

"Tidak ada kematian dan tidak ada perburukan lebih lanjut. Anak tersebut sudah dapat mengeluarkan air kecil atau air seni. Dan dari hasil pemeriksaan laboratorium, kadar etilen glikol dari 10 anak tersebut sudah tidak terdeteksi zat berbahaya," tandasnya.