Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 subvarian XBB di Indonesia saat ini menjadi delapan kasus.

“Sampai dengan hari Kamis (27/10) kemarin, sudah ada empat kasus sebetulnya. Dua dari perjalanan luar negeri dan dua lainnya lokal. Tapi kemarin tambah lagi empat kasus, jadi per hari Minggu (30/10) kemarin kita sudah ada delapan kasus XBB di Indonesia ya,” kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dilansir ANTARA, Senin, 31 Oktober.

Dalam data Kemenkes yang dipaparkan, per Minggu (30/10) delapan pasien yang dilaporkan terkena subvarian XBB berasal dari DKI Jakarta lima kasus, sedangkan Lampung, Kalimantan, dan Bali, masing-masing satu kasus.

Dari angka itu, dua kasus berasal dari pelaku perjalanan luar negeri dan enam lainnya transmisi lokal. Semua pasien orang dewasa dan sedang menjalani masa pemulihan melalui isolasi karena gejalanya ringan.

Sebanyak delapan kasus itu terdeteksi saat Kemenkes memantau perkembangan kasus positif COVID-19 yang dalam kurun waktu tiga hari belakangan mengalami kenaikan sampai dengan 3.000 kasus per hari.

“Dalam tiga hari terakhir ini sebenarnya kita agak kaget karena kasus yang biasanya berkisar 2.300 per hari, naik jadi 3.000 kasus. Tapi untungnya per kemarin, sudah turun jadi 2.700 lagi. Kami menduga kenaikan biasanya dikaitkan dengan adanya varian atau subvarian baru, kalau kemarin heboh karena XBB,” ujarnya.

Meski sudah ditemukan delapan kasus dengan subvarian XBB, ia mengatakan kehadiran XBB tidak perlu dikhawatirkan, karena dari 24 negara yang sudah melaporkan temuan subvarian itu, belum ada yang melaporkan kematian ataupun keparahan (fatalitas) pada keterisian di rumah sakit (BOR).

Syahril menambahkan sifat virus memang akan selalu bermutasi untuk tetap bisa bertahan hidup.

Kemenkes mengimbau semua pihak tidak abai dan membiarkan virus menyebabkan kefatalan yang berbahaya bagi Indonesia maupun dunia.

Kemenkes berharap semua pihak dapat memahami salah satu syarat untuk memasuki endemi dengan menjaga protokol kesehatan dan mengikuti vaksinasi yang dapat memproteksi tubuh masyarakat.

Kemenkes juga akan terus memantau perkembangan semua mutasi dan keberlangsungan pandemi di Indonesia.

“Kami belum bisa memprediksinya lagi, hanya saja sebagaimana yang disampaikan Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Bapak Tedros ya, kalau semua negara mau sama-sama ke akhir pandemi, maka harus punya manajemen lonjakan kasus kapan pun, di mana pun bisa di manage supaya angka kesakitan bisa terkendali,” papar Syahril.