Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan enam tersangka terkait dugaan suap lelang jabatan di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron diduga jadi salah satu pihak yang terlibat dalam kasus ini.

"Telah ada beberapa pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Sejauh ini ada enam orang tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin, 31 Oktober.

KPK belum merinci siapa saja pihak itu. Namun, KPK menduga terjadi penerimaan uang terkait lelang jabatan yang dilakukan di Kabupaten Bangkalan.

"Diduga dilakukan oleh kepala daerah dan beberapa pejabat di Pemkab Bangkalan, Jatim," ungkapnya.

KPK akan mengumumkan secara rinci perbuatan para tersangka hingga pasal yang diduga dilanggar mereka. Ali mengatakan penyidik kini berupaya menyelesaikan tugasnya lebih dulu.

Masyarakat diminta bersabar dan bisa membantu tugas KPK. Caranya, mereka bisa menyampaikan laporan jika mwmiliki informasi terkait dugaan jual beli jabatan yang sedang diusut.

Ali memastikan komisi antirasuah akan menerima informasi yang masuk.

"Kami mengajak masyarakat untuk turut serta mengawal setiap prosesnya dan berharap dapat turut aktif apabila memiliki informasi yang diduga terkait dengan perkara," tegasnya.

"KPK sangat terbuka untuk selalu memberikan perkembangan informasi dari kegiatan penanganan perkara ini," sambung Ali.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menggeledah sejumlah lokasi di Kabupaten Bangkalan. Di antaranya, Kantor Badan Kepegawaian Daerah, ruang Kerja Bupati Bangkalan, ruang kerja Wakil Bupati, ruang kerja Sekda, rumah dinas Bupati hingga rumah pribadi Bupati Bangkalan.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKDPSDA) Pemkab Bangkalan Agus Leandy menyatakan penggeledahan berkaitan asesmen lelang jabatan. Hal ini didasari dokumen yang disita penyidik.

Selain itu, Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah mencegah Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron ke luar negeri. Pencegahan dilaksanakan selama enam bulan hingga April 2022 atas permintaan KPK.

"Yang bersangkutan masuk daftar pencegahan atas usulan dari KPK," ungkap Kasubag Ditjen Imigrasi Ahmad Nursaleh kepada wartawan, Rabu, 26 Oktober.