Bagikan:

JAKARTA - Polisi mengungkap perkara pemalsuan akta pernikahan yang bermotif memperebutkan harta warisan. Dalam perkara itu, tiga orang berinisial MHH, ABB, dan J alias F, ditetapkan sebagai tersangka.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, perkara itu bermula ketika J yang merupakan seorang terapis kesehatan dititipkan akta tanah senilai Rp40 miliar oleh pasiennya bernama Basri Sudibyo.

Namun, tak berselang lama, Basri meninggal dunia akibat penyakit yang diderita. Lantas, pihak keluarga pun mengurus harta yang ditinggalkan.

Pihak keluarga yang mengetahui jika Basri sempat menitipkan surat tanah kepada J kemudian meminta kepada wanita itu untuk mengembalikannya. Hanya saja, penolakan yang didapat.

"Tersangka J menolak untuk mengembalikan surat yang ditujukan oleh Almarhum kepada keluarga," ucap Yusri di Jakarta, Selasa, 28 Januari.

Kemudian, muncul niat tersangka J untuk menguasai tanah yang berada di kawasan Jakarta Selatan. Hingga akhirnya, J berkomunikasi dengan ABB terkait permasalahan tersebut.

Pembahasan untuk mencari solusi terjadi antara keduanya. Hingga muncul ide merekayasa pernikahan J dengan Basri. Kemudian, ABB lantas mengenalkan J kepada MHH. Sosok pria itu disebut sebagai pendeta yang bisa membuat akta pernikahan palsu.

Sertifikat palsu pernikahan (Rizky Adytia Pramana/VOI)

"Ada upaya untuk memalsukan akta otentik perkawinan antara salah seorang tersangka inisial J dengan Almarhum Basri Sudibyo," ungkap Yusri.

Tepat di bulan April 2019, tersangka MHH merampungkan pembuatan akta pernikahan palsu tersebut. Kemudian, bermodal dokumen palsu, J mengunggat anak dari Basri di Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk merebut harta warisan tersebut.

Hanya saja, anak Basri Sudibyo yang merasa curiga lantaran ayah kandungnya tak pernah menikah dengan J, melapor kepada polisi. "Almarhum tidak pernah sama sekali pernikahan yang sah dengan J. Karena Almarhum terikat perkawinan dengan ibu pelapor yaitu Gracia," kata Yusri.

Dari laporan polisi itu, penyelidikan pun langsung dilakukan. Akhirnya, di bulan Desember 2019, ketiga tersangka ditangkap di lokasi berbeda.

Uang terima kasih

Terpisah, Kasubdit Harda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP M. Gofur, menambahkan, dalam perkara itu, tak ada harga yang dipatok untuk mengurus akta pernikahan palsu tersebut. Sebab, tersangka J hanya memberikan sejumlah uang sebagai tanda rasa terima kasih.

"Tidak terlalu besar. Tidak transaksional ya. Mungkin traktir makan, seperti itu saja. Tapi bukan artinya (MHH) bisa mengurus keluar akta. Tidak seperti itu," kata Gofur.

Gelar kasus sertifikat nikah palsu (Rizky Adytia Pramana/VOI)

Namun, saat disinggung lebih jauh soal hubungan antara Basri dengan tersangka J, polisi menyebut belum dapat memastikan hal tersebut. Sebab, belum ada pengakuan dari tersangka perihal hubungan keduanya.

"Hal ini yang menjadi kendala kami karena yang bersangkutan (Basri) sudah meninggal dan pengakuan tersangka J pun masih sebatas hubungan pasien dan terapis kesehatan," ungkap Gofur.

Atas segala perbuatan para tersangka, penyidik menjeratnya dengan Pasal 263 KUHP, Pasal 264, Pasal 266, dan Pasal 262 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.