JAKARTA - Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan di Myanmar, kata ketua blok itu, Kamboja, dalam sambutannya menjelang pertemuan khusus para menteri luar negeri pada Hari Kamis untuk membahas krisis tersebut.
"Kami sangat sedih dengan meningkatnya korban, dan penderitaan besar yang dialami rakyat biasa di Myanmar," ujar Kamboja dalam pernyatan, menyerukan pengekangan, penghentian segera pertempuran, meminta semua pihak melakukan dialog, melansir Reuters 26 Oktober.
Para jenderal Myanmar telah dilarang dari pertemuan tingkat tinggi ASEAN sejak tahun lalu, ketika tentara menggulingkan pemerintah terpilih pemenang Nobel Aung San Suu Kyi, menahan dia dan ribuan aktivis, serta meluncurkan tindakan keras mematikan yang telah menimbulkan gerakan perlawanan bersenjata.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja mengatakan, Myanmar tidak akan berpartisipasi dalam pertemuan Kamis di Sekretariat ASEAN di Jakarta.
Pertemuan tersebut bertujuan untuk menghasilkan rekomendasi tentang bagaimana mendorong proses perdamaian menjelang KTT ASEAN bulan depan.
Ketua ASEAN mengutip pemboman penjara terbesar Myanmar, konflik di Negara Bagian Karen dan serangan udara di Negara Bagian Kachin pada Hari Minggu, yang menurut media lokal menewaskan sedikitnya 50 orang, sebagai contoh peningkatan kekerasan baru-baru ini.
Konflik itu tidak hanya memperburuk situasi kemanusiaan, tetapi juga merusak upaya untuk menerapkan rencana perdamaian yang disepakati antara ASEAN dan junta tahun lalu, sebut pernyataan itu.
Sejauh ini, ASEAN memimpin upaya perdamaian internasional, tetapi junta tidak berbuat banyak untuk menghormati komitmennya dalam 'konsensus' ASEAN, yang mencakup penghentian segera kekerasan dan memulai dialog menuju kesepakatan damai.
Sebaliknya, junta mengatakan sedang mencoba untuk memulihkan ketertiban dengan memerangi 'teroris' yang tidak akan terlibat dalam dialog.
BACA JUGA:
Terpisah, ASEAN telah mengundang perwakilan non-politik Myanmar ke pertemuan Kamis, tetapi pemerintah militer sejauh ini belum menerima tawaran itu, kata Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi.
Diketahui, ASEAN telah lama memiliki kebijakan non-intervensi dalam urusan kedaulatan anggota, tetapi beberapa negara telah menyerukan agar blok tersebut lebih berani dalam mengambil tindakan terhadap junta militer Myanmar.
Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan, ASEAN harus "secara serius meninjau" rencana tersebut dan "jika itu harus diganti dengan sesuatu yang lebih baik".
"Para menteri harus memutuskan apa yang harus dilakukan dengan Konsensus Lima Poin, apakah akan membiarkannya apa adanya dan berharap yang terbaik, atau menambahkan langkah-langkah yang lebih tegas," kata Khin Zaw Win dari Tampadipa Institute, sebuah think tank independen Myanmar.