Bagikan:

JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan apresiasi atas upaya kolaborasi pemerintah daerah dan kementerian/lembaga dalam menangani konflik sosial di Pulau Haruku, Maluku Tengah.

Moeldoko menilai, penanganan konflik yang melibatkan dua warga negeri (sebutan untuk desa) Kariuw dan Pelauw tersebut, sudah menunjukkan kemajuan.

Dia mencontohkan, rampungnya pendataan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi rumah korban, pemberian santunan kepada korban meninggal dan luka-luka, pendistribusian bantuan untuk warga yang mengungsi, hingga terciptanya situasi yang kondusif.

Meski demikian, Menurut Moeldoko, masih ada satu hal penting yang harus segera dilakukan. Yakni, mempercepat rekonsiliasi konflik sosial secara permanen antara dua pihak yang berseteru.

“Tanpa ada rekonsiliasi, maka upaya rehabilitasi dan rekontsruksi tidak akan bisa dilakukan. Karena, upaya itu butuh kepastian bahwa situasi benar-benar aman dan kondusif. Pemerintah daerah jangan ragu-ragu lagi. Segera undang dan pertemukan kedua pihak untuk mencapai kesepakatan secara permanen,” tegas Moeldoko, saat memimpin rapat koordinasi tingkat kementerian/lembaga terkait tindak lanjut penanganan konflik sosial di Pulau Haruku, Senin, 24 Oktober.

Rapat Koordinasi diikuti oleh Penjabat Maluku Tengah Muhamat Marasabessy, Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Maluku Sadli Le, Kapolda Maluku Irjen Pol Lotharia Latif, serta perwakilan dari TNI dan Kementerian/Lembaga.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat memimpin rapat koordinasi tingkat kementerian/lembaga terkait tindak lanjut penanganan konflik sosial di Pulau Haruku, Senin (24/10)/DOK KSP

Moeldoko menyebut, salah satu upaya untuk mempercepat rekonsiliasi, yakni melakukan penetapan dan penegasan batas negeri (desa), dengan tetap mempertimbangkan aspirasi kedua pihak yang berseteru.

Dia pun mengusulkan, proses rekonsiliasi menggunakan pendekatan adat dan melibatkan para tokoh. Seperti tokoh adat, masyarakat, dan agama.

“Kedua pihak ini pada dasarnya adalah saudara. Saya yakin, kalau kita menggunakan pendekatan adat akan ada titik temu. Dan ini menjadi wewenang pemerintah daerah,” tutur Moeldoko.

Selain percepatan rekonsiliasi konflik, Panglima TNI 2013-2015 ini juga mendorong kementerian/lembaga untuk segera mempersiapkan proses rehabilitasi dan rekonstruksi rumah-rumah warga yang menjadi korban. Termasuk, penanaman kembali tanaman-tanaman yang rusak akibat konflik.

“Harus ada terget waktu. Sebelum akhir tahun, saya berharap secara periodik sudah ada proses perpindahan warga yang mengungsi menuju ke tempat asal mereka,” kata Moeldoko.

Sementara itu, Penjabat Bupati Maluku Muhamat Marasabessy menyampaikan, sejauh ini pemerintah daerah bersama Polri dan TNI telah berupaya melakukan rekonsiliasi dengan mengundang dan mempertemukan kedua pihak, yakni warga negeri Kariuw dan Pelauw. Namun, upaya tersebut tersendat karena ketidakhadiran keduanya.

“Awal november ini, kami akan mengundang kembali dua pihak untuk membahas penetapan batas negeri. Tentu kami butuh dukungan semua pihak, termasuk dari KSP dan kementerian lain,” ujar Marasabessy pada rapat.

Sebagai informasi, pada rapat koordinasi telah disepakati beberapa hal. Diantaranya, BNPB akan menjadi pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi rumah-rumah warga yang menjadi korban.

Berdasarkan data dari pemerintah daerah setempat, total ada 300 rumah yang rusak akibat konflik, 91 di antaranya kategori rusak ringan.

Kantor Staf Presiden mengawal penuh penanganan konflik sosial di Pulau Haruku, Maluku Tengah.

Selain melakukan serangkaian rapat koordinasi bersama pemerintah daerah dan kementerian/lembaga, kantor Staf Presiden melalui Kedeputian II juga melakukan verifikasi lapangan, dengan mengunjungi lokasi konflik, dan lokasi pengungsian di negeri Aboru, pada Agustus lalu. Di mana, di lokasi tersebut terdapat 739 warga Kariuw yang masih mengungsi.