JAKARTA - Liz Truss boleh saja jadi Perdana Menteri Inggris paling singkat dalam sejarah. Namun meski pendek durasi kerjanya, setiap tahun dia bakal mendapat £ 115.000 ($ 129.000 atau Rp2 miliar lebih).
Meskipun masa jabatannya singkat, Truss berhak menerima pembayaran di bawah Tunjangan Biaya Tugas Publik (PDCA), sebuah program yang diatur pemerintah sejak tahun 1990 untuk membantu mantan Perdana Menteri yang masih aktif dalam kehidupan publik.
Tunjangan tersebut sebagai 'upah' mantan perdana menteri untuk biaya jabatan dan kesekretariatan yang timbul dari tugas publik mereka.
"Pembayaran dilakukan hanya untuk memenuhi biaya aktual untuk terus memenuhi tugas publik,” menurut situs web pemerintah Inggris seperti dikutip dari CNN, Sabtu 22 Oktober.
“Semua mantan Perdana Menteri berhak untuk mengikuti PDCA.”
PDCA telah dibatasi pada £ 115.000 setahun sejak 2011 dan ditinjau setiap tahun oleh perdana menteri yang sedang menjabat.
Dari tahun 2020 hingga 2021, mantan perdana menteri Theresa May, David Cameron, Gordon Brown, Tony Blair dan John Major semuanya diganti dengan jumlah yang bervariasi, menurut Laporan Tahunan dan Akun Kantor Kabinet 2020-21.
Namun, politisi oposisi dan serikat pekerja mendesak Truss untuk menolak tunjangan tahunan yang didanai publik, karena warga Inggris bergulat dengan krisis biaya hidup akibat melonjaknya harga energi dan inflasi pada level tertinggi 40 tahun.
"Dia tidak benar-benar berhak untuk itu, dia harus menolaknya dan tidak mengambilnya."
BACA JUGA:
Dalam pidato pengunduran dirinya di luar pintu kantor Nomor 10 Downing Street, Truss merasa tidak dapat memenuhi janji yang dia buat ketika mencalonkan diri sebagai pemimpin Konservatif. Partai sudah tak lagi percaya dengan dia.
"Namun saya mengakui, mengingat situasinya, saya tidak dapat menyampaikan mandat yang saya pilih oleh Partai Konservatif. Karena itu, saya telah berbicara dengan Yang Mulia Raja untuk memberi tahu dia, bahwa saya mengundurkan diri sebagai pemimpin Partai Konservatif," kata Truss, 20 Oktober lalu.
Diangkat pada 6 September, Truss terpaksa memecat menteri keuangan dan sekutu politik terdekatnya, Kwasi Kwarteng, dan meninggalkan hampir semua program ekonominya, setelah rencana pemotongan pajak besar-besaran yang tidak didanai menghancurkan poundsterling dan obligasi Inggris. Peringkat persetujuan untuknya dan Partai Konservatifnya runtuh.