Kawanan Gajah Rusak Kebun Warga di Aceh Timur
Dokumentasi - Tanaman dan pondok warga diamuk gajah sumatra di kawasan HTI di Gampong Semanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. ANTARA/HO

Bagikan:

BANDA ACEH - Kawanan gajah Sumatra (elephas maximus sumatramus) merusak perkebunan warga di sejumlah desa di Kecamatan Peunaron dan Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur.

Keuchik (Kepala Desa) Sri Mulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Darmawan Bakti mengatakan kawanan gajah tersebut terbagi dalam dua kelompok.

"Warga tidak berani beraktivitas di kebun karena kawanan gajah jumlahnya lebih 40 ekor. Kawanan gajah berdiam di perkebunan di beberapa titik di Kecamatan Peunaron," kata Darmawan Bakti dilansir ANTARA, Senin, 17 Oktober.

Darmawan Bakti mengatakan kawanan satwa liar itu masuk perkebunan masyarakat dan merusak pondok serta mengobrak-abrik tanaman seperti pisang, coklat, pinang, sawit dan karet.

“Setiap malam gajah-gajah ini masuk dan merusak tanaman warga di Desa Sri Mulya. Bahkan saat ini, ada kelompok gajah masih  berdiam di desa kami,” kata Darmawan Bakti.

Dia mengharapkan gangguan kawanan gajah tersebut segera diatasi, sehingga masyarakat bisa kembali berkebun. Apalagi, perkebunan tersebut sumber perekonomian masyarakat.

“Kami berharap pihak terkait di antaranya BKSDA segera menghalau kawanan gajah liar tersebut agar tidak lagi masuk dan merusak kebun masyarakat,” kata Darmawan Bakti.

Sementara itu, Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto, mengimbau masyarakat tidak mengusir kawanan gajah dengan kekerasan hingga melukai dan membuat satwa dilindungi tersebut terbunuh.

“Gajah sumatra salah satu satwa dilindungi undang-undang. Kami juga berupaya mencari solusi agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan gajah,” kata Agus Arianto.

Agus mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian gajah sumatera dengan cara tidak merusak hutan, karena hutan merupakan habitat berbagai jenis satwa.

Serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan gajah maupun satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati.

“Kami juga imbau agar masyarakat tidak memasang jerat ataupun meracuni yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi, karena perbuatan itu dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Agus Arianto.