Polresta Mataram Ungkap Kasus Peredaran Uang Palsu dari Jember
Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi (tengah) menunjukkan barang bukti dan tersangka kasus peredaran upal yang berasal dari Jember di Mataram, NTB/ANTARA/Dhimas B.P.

Bagikan:

MATARAM - Penyidik Polresta Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengungkap kasus peredaran uang palsu (upal) yang berasal dari Jember, Jawa Timur.

Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa menjelaskan kasus peredaran upal ini terungkap dari adanya laporan korban.

"Laporan awal masuk dari masyarakat di wilayah Rembiga terkait dengan keraguan dalam transaksi jual beli velg mobil," kata Kadek Adi dilansir ANTARA, Selasa, 27 September.

Dalam laporan, kata dia, korban ketika itu curiga dengan beberapa lembar uang kertas Rp50 ribu yang digunakan pelaku berinisial MSS (25) asal Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, untuk bayar velg mobil.

"Karena curiga dengan uang yang diterima dari pelaku, korban langsung melapor ke polisi," ujarnya.

Dari laporan tersebut, polisi melakukan pemeriksaan uang kertas dari pelaku kepada pihak Bank Indonesia (BI).

"Pihak BI menyimpulkan uang lembaran itu palsu," kata dia.

Kepolisian langsung melakukan penangkapan terhadap MSS. Polisi juga menyita 23 lembar upal cetakan Rp50 ribu.

Dari pemeriksaan, kata Kadek Adi, terungkap pelaku MSS sudah menggunakan sejumlah upal dalam transaksi jual beli di Kota Mataram.

"Jadi, sudah digunakan 11 lembar untuk beli rokok, bensin, dan kebutuhan sehari-hari sehingga yang diamankan ini sisanya sebanyak 23 lembar," katanya.

Pelaku mendapatkan upal dari dua orang ketika berkunjung ke wilayah Jember, Jawa Timur.

"Mengakunya dapat upal ini di Jember. Pelaku ketemu secara tidak sengaja dengan pemberi upal yang juga menawarkan dia (pelaku) bekerja di Surabaya," ujarnya.

Karena tawaran pekerjaan itu tidak berlanjut, kata Kadek Adi, pelaku pulang ke Mataram dan mulai menggunakan upal tersebut dalam transaksi jual beli.

Penyidik dalam kasus ini sudah mengantongi adanya indikasi perbuatan melawan hukum dari pelaku.

"Jadi, yang bersangkutan ini dengan sadarnya menggunakan upal ini untuk transaksi jual beli. Jadi, mens rea (niat jahat) sudah ada," ucapnya.

Penyidik menetapkan MSS sebagai tersangka melanggar Pasal 36 ayat (2) dan/atau ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Mata Uang dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp50 miliar.

Terkait dengan pemberi upal di Jember, Kadek Adi memastikan pihaknya sudah berkoordinasi dengan polisi setempat.

"Setelah penetapan MSS ini sebagai tersangka, identitas pemberi upal berinisial Y dan S kami teruskan ke kepolisian di Jember untuk menelusuri peran mereka di sana," ujarnya.