Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) di periode 2015-2020 yang berseberangan dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak lagi ada di susunan pengurus periode 2020-2025.

Nama-nama seperti Din Syamsudin serta sejumlah tokoh lain seperti Bahtiar Nasir, Yusuf Martak, dan Tengku Zulkarnain yang selama ini terafiliasi dengan gerakan 212 tak lagi masuk pada jajaran struktur kepengurusan baru MUI.

Menanggapi hal ini, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai upaya bersih-bersih MUI dari tokoh yang kerap mengkritisi pemerintah memang tampaknya sedang terjadi. Namun, dia menganggap hal ini memang lumrah untuk dilakukan.

"Dalam politik merupakan hal yang wajar jika ada singkir-mengingkirkan orang. Bisa saja sedang terjadi operasi bersih-bersih orang-oramg yang kritis terhadap pemerintah. Orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah dibersihkan," kata Ujang saat dihubungi VOI, Jumat, 27 November.

Hanya saja dia menyayangkan jika hal ini benar-benar menjadi motif di balik pembentukan struktur baru MUI karena seharusnya, MUI tidak terlalu dekat dengan kekuasaan maupun pemerintahan.

Namun, harapan Ujang ini bisa saja jauh panggang dari api. Mengingat, Ketua Dewan Pertimbangan MUI periode 2020-2025 Ma'ruf Amin merupakan wakil presiden di era periode kedua Presiden Joko Widodo.

Dirinya juga menilai, MUI harusnya juga merangkul orang-orang yang kritis dengan pemerintah, termasuk kelompok 212. Hal ini bertujuan agar lembaga ini lebih dinamis dan bisa menaungi siapa pun tanpa terkecuali.

"MUI sejatinya harus merangkul pihak-pihak kelompok 212 dan orang kritis. Agar MUI dinamis dan agar MUI menjadi tempat bernaung tokoh-tokoh yang mengedepankan Islam yang menjadi rahmat bagi semua," tegasnya.

"Jika orang-orang kritis saja dibuang. Lalu bagaimana MUI akan bisa kritis terhadap pemerintah," imbuhnya.

Dia menilai, bertahannya Ma'ruf Amin di posisi Dewan Pertimbangan MUI juga mengisyaratkan adanya pengkondisian terhadap MUI. Hal ini bertujuan agar lembaga ini tidak mengeluarkan suara keras untuk mengkritisi pemerintah.

Senada dengan Ujang, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurniasyah juga menilai ada Ma'ruf di posisi dewan pertimbangan menjadi salah satu indikasi jika pemerintah tengah berupaya melakukan pengkondisian.

Sehingga dia menyayangkan keberadaan Ma'ruf di posisi tersebut. "Menetapnya wakil presiden sebagai dewan pertimbangan perlu disayangkan," ungkap Dedi.

"Seharusnya, MUI terlepas dari penguasa agar keputusan ulama tidak diintervensi penguasa," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Rais Aam Pengurus Besar Nahdatul Ulama (NU) Miftachul Akhyar ditetapkan sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2020-2025 menggantikan Ma'ruf Amin yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden.

Penetapan ini dihasilkan oleh tim formatur Musyawarah Nasional (Munas) X MUI yang rapatnya digelar secara tertutup.

Selain menetapkan Miftachul Akhyar, formatur ini juga menetapkan Amirsyah sebagai Sekjen MUI menggantikan Buya Anwar Abbas. Sementara Buya Anwar Abbas, Marsyudi Suhud, dan Buya Basri Bermanda ditetapkan sebagai wakil ketua umum.

Menurut Ketua Tim Formatur Munas X MUI, Ma'ruf Amin, hasil yang disepakati dalam rapat tidak boleh diganggu gugat. Sebab, hasil rapat ini melalui proses yang baik.

"Suasananya sangat cair, tidak alot. Sehingga alhamdulillah, pertemuan menghasilkan keputusan dewan pengurus harian dan dewan pertimbangan. Hasilnya tidak boleh diganggu gugat," kata Ma'ruf seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 27 November.

Selanjutnya, tim formatur ini juga menetapkan Wakil Presiden Ma'ruf Amin sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI periode 2020-2025. Ma'ruf lantas memboyong beberapa pengurus harian MUI di periode sebelumnya. 

Dua nama Wakil Ketua Umum MUI periode 2015-2020 yaitu Buya Zainut Tauhid Sa'adi dan Muhyiddin Junaidi dipilih Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI 2020-2025. 

Tak hanya itu, ada nama lain dari periode sebelumnya yang kini menduduki jabatan di dewan pertimbangan sebagai wakil sekretaris untuk mendampingi Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI Dadang Kahmad. 

Mereka adalah Maman Abdurrahman yang tadinya menjabat sebagai Ketua Bidang Penelitian dan Kajian serta Zaitun Rasmin yang sebelumnya wakil sekretaris MUI bidang ukhuwah Islamiah dan hubungan luar negeri.