Bagikan:

JAKARTA - Polda Jawa Barat telah menaikan kerumunan yang dihadiri Rizieq Shihab di Megamendung, Bogor Jawa Barat ke penyidikan, karena tidak menerapkan protokol kesehatan. Lalu siapakan yang akan dibidik polisi untuk dijadikan tersangka?

Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Erdi Adrimulan Chaniago kepada VOI mengatakan, setelah menaikan kasus ini ke penyidikan, pihaknya akan memanggil sejumlah orang sebagai saksi.

Namun dia belum menyebut siapa saja orang yang akan dimintai keterangan sebagai saksi. Hanya saja, dia mengingatkan sedianya saksi yang dipanggil bisa hadir. Sebab, jika tiga kali tidak hadir pihaknya akan melakukan jemput paksa.

"Misal pemanggilan pertama tidak hadir, kita panggil kedua kali (tidak hadir), kemudian panggilan ketiga kita lakukan pemeriksaan (jemput) paksa," kata Erdi dalam sambungan telepon, Jakarta, Kamis, 26 November.

Dikonformasi apakah dalam penyidikan kasus ini pihaknya akan memanggil Rizieq Shihab sebagai saksi, dia belum bisa memastikan. Sebab, pemeriksaan saksi-saksi tergantung kebutuhan penyidik.

Termasuk apakah Imam Besar FPI Rizeq Shihab berpeluang menjadi tersangka, dia belum bisa mengatakan. Sebab, kasus ini baru naik ke tingkat penyidikan. Pihaknya masih memerlukan keterangan saksi dan ahli untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.

"Oh itu masih jauh, nanti penyidik akan periksa dulu saksi yang lain nanti kalau memang diperlukan kita panggil," kata dia.

 

Adapun kegiatan Rizieq Shihab itu berlangsung di Pondok Pesantren Alam Agrikultural Markaz Syariah DPP FPI, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jumat, 13 November. Kegiatan ini terjadi kerumunan banyak orang yang tak menerapkan protokol kesehatan.

Dalam proses penyelidikan kasus ini, polisi sudah memanggil Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Kepada wartawan Kang Emil menyebut dimintai keterangan selama 7 jam dan dilontarkan 29 pertanyaan oleh penyelidik.

Dalam penyidikan kasus ini, polisi menggunakan Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, dan Pasal 216 KUHPidana.