YOGAYAKRTA – Risiko kebocoran data pribadi wajib diketahui, mengingat belakangan ini tengah marak kasus kebocoran data di dunia maya. Sasaranya tidak hanya masyarakat kecil, bisa juga pejabat, artis, hingga lembaga atau kementerian.
Seperti kasus yang dialami mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate. Data Johnny direntas dan dipublikasikan di media sosial pada tahun 2022 lalu.
Johnny menjadi korban penyebaran data pribadi alias doxing, tepat di hari ulang tahunnya, yakni pada Sabtu, 10 September. Data pribadi Sekjen Partai NasDem itu disebarkan oleh hacker bernama Bjorka, dikutip dari VOI.
Lewat sebuah channel atau grup Telegram, Bjorka mambagikan sebuah foto yang data pribadi milik Johnny, seperti informasi tanggal lahir, alamat lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor Kartu Keluarga (KK) dan berbagai data lainnya.
Risiko Kebocoran Data Pribadi
Perlu diketahui, dalam konsep cyber security, ada dua jenis data yang tak boleh bocor, yakni identitas digital dan data pribadi.
Identitas digital adalah identitas pengguna platform digital yang mencakup identias yang tampak seperti nama akun, foto, maupun deskripsi pengguna, hingga identitas yang tak tampak termasuk kata sandi (password) dank ode One Time Password (OTP).
Sedangkan yang dimaksud dengan data priadi adalah segala informasi yang meliputi nama, tanggal lahir, alamat rumah, email, dan nomor telepon. Data pribadi juga termasuk data kesehatan, biometrik, informasi keuangan, preferensi seksual, pandangan politik, dan data kriminalitas.
Apabila data pribadi bocor, pemilik data berpotensi mengalami empat risiko kejahatan siber, sebagaimana dihimpun VOI dari berbagai sumber:
- Rekening Bank Bobol
Risiko pertama yang berpotensi dialami pemilik data jika data pribadi bocor adalah rekening bank bisa jatuh ke pelaku kejahatan siber.
Pembobolan rekening biasanya dilakukan lewat manipulasi secara sosial dengan mengelabuhi korban.
Contohnya, pelaku bisa mengirim pesan elektronik (e-mail) disertai pesan genting atau manipulatif agar korban memberikan data pribadi dan informasi layanan bank pada suatu link atau lampiran.
Berdasarkan catatan Tempo, setidaknya ada 6 kasus pembobolan rekening bank pada Januari-April 2021. Kasus ini menimbulkan kerugian hingga hampir Rp57 miliar.
Tak hanya membobol rekening bank, modus seperti ini juga bisa digunakan untuk menguras isi dompet digital seperti Go-Pay, dan OVO.
- Data Pribadi Digunakan untuk Pinjaman Online
Data pribadi juga bisa disalahgunakan untuk mengakses pinjaman online alias Pinjol. Kasus ini biasanya dilakukan oleh orang lain yang berpura-pura sebagai pemilik data. Di sisi lain, korban tidak tahu jika datanya digunakan untuk mengakses pinjol. Jika hal ini terjadi, pemilik data asli bisa diteror untuk pengembalian uang dan bunga.
- Disalahgunakan untuk Preferensi Politik
Data pribadi bisa disalahgunakan untuk memetakan profil pemilik data. Misalnya digunakan untuk keperluan politik atau iklan di media sosial.
Contoh dari kasus ini adalah kebocoran data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024. Kebocoran data ini bisa dimanfaatkan untuk memetakan preferensi politik pengguna yang kemudian bisa digunakan sebagai target disinformasi.
- Pemilik Data Berpotensi Jadi Korban Pemerasan Seksual
Pemilik data juga berpotensi menjadi korban pemerasan seksual (sextortion) jika data pribadinya bocor.
Pelaku kejahatan siber bisa mengajak pemilik data untuk melakukan percakapan seksual atau menawarkan layanan video call sex (VCS). Aktivitas tersebut bisa direkam dan digunakan untuk memeras korban.
Tak hanya itu, gambar atau video pribadi yang di-posting di media sosial juga bisa dibobol dan digunakan untuk pemerasan seksual.
BACA JUGA:
Dalam kasus ini, biasanya peretas membobol akun media sosial pengguna dengan memakai password yang mudah ditebak, seperti nama, tanggal lahir, tempat lahir, dan lain sebagainya.
Demikianlah risiko kebocoran data pribadi yang berpotensi dialami oleh pemilik data. Untuk mengetahui data pribadi Anda sudah bocor di internet atau tidak, simak artikel Cara Cek Kebocoran Data Pribadi.